Oleh: Khoiratul Fitri Syahdia*

Tidak ada profesi yang tidak penting di dunia ini, semua profesi itu sama pentingnya dan tentunya bersifat saling melengkapi satu sama lain. Profesi tak selalu tentang bagaimana kita dapat menghasilkan uang untuk membiayai kehidupan, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat memberikan manfaat dan bisa berguna untuk orang banyak. Satu dari sekian banyak profesi yang tidak asing ditelinga kita yakni jurnalis, merupakan profesi untuk orang yang ahli dalam bidang jurnalistik. Jurnalistik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita di surat kabar dan sebagainya, yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran.


Profesi jurnalis dapat dikatakan sebagai profesi yang memberikan dampak besar bagi bangsa Indonesia. Indonesia tak hanya berjuang melawan penjajah dengan menggunakan senjata, tetapi juga menggunakan akal dan pikiran yang disalurkan ke dalam bentuk tulisan.
Jurnalis merupakan profesi yang mendapat pertentangan dan kecaman dari pihak Belanda karena tulisan-tulisan mereka yang anti-kolonialisme. Jurnalis Indonesia pada saat itu terkenal akan tulisan-tulisan mereka yang tajam dan kritis, seperti Djokomono Tirto Adhi Soerjo, S.K Harimurti, Roehana Koeddoes, Rasuna Said, B.M Diah dan lainnya. Mereka tak henti-hentinya melakukan propaganda untuk menyuarakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta nilai-nilai nasionalisme. Apresiasi sangat patut ditujukan kepada para jurnalis yang turut menghiasi lika-liku perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme, sehingga Indonesia telah langgas dari keterpurukannya.


Sebagian orang berpendapat bahwa berprofesi sebagai jurnalis itu tidak sulit dilakukan. Ketika mendengar kata jurnalis, sebagian orang akan berpikir hanya mengenai pekerjaan yang hanya duduk santai, terjun ke lapangan, pergi ke suatu daerah lalu bertanya sana-sini dan menjadikannya tulisan. Kenyataannya tidak semudah kelihatannya.


Berkaca dengan kejadian beberapa tahun lalu, Herman Abdullah mantan walikota Pekanbaru yang pada saat itu masih menjadi calon gubernur Riau menolak diwawancarai media cetak, dan online jika tidak menggunakan kamera televisi. Kejadian tersebut menyebabkan para jurnalis merasa kecewa dengan sikap Herman Abdullah yang menyepelekan profesi jurnalistik lainnya.

Perjuangan sang pengungkap kebenaran tak hanya sampai disini, untuk ke depannnya mungkin mereka akan lebih banyak dihadapkan dengan berbagai rintangan dan tantangan, jurnalis harus siap dengan segala konsekuensi yang terjadi, kita tidak tahu akan seperti apa negara Indonesia ke depannya.


Saat ini, kebebasan pers telah dijamin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, hal tersebut patut disyukuri setelah acapkali profesi jurnalis mendapat kecaman dan tidak dapat bergerak secara leluasa. Namun, disisi lain, dengan adanya kebebasan tersebut, diperlukan langkah untuk mengambil sikap berhati-hati karena kebebasan dapat berpotensi menjadi tantangan dalam dunia pers sekarang.


Dalam pasal 4 ayat 1 dalam undang-undang tentang pers, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Saat ini, kebebasan pers bagaikan buah simalakama, di sisi lain kehadirannya disambut dengan baik, namun disisi lain, kehadirannya dapat menjadi masalah karena pihak-pihak lain dapat menyalahgunakan kesempatan tersebut, misalnya menyalahi tujuan serta kode etik jurnalistik.


Negara yang baik dapat dilihat dari adanya transparansi antara negara dengan masyarakatnya, bagaimana negara memperlakukan dewan pers atau jurnalis dengan sebagaimana mestinya, serta bagaimana negara menyikapi pihak-pihak yang ingin memprovokasi dan memecah belah bangsa ini sehingga tidak timbul lagi keresahan dalam masyarakat.

*Penulis merupakan Mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Andalas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here