(Ilustrator/Fadhilah Lisma Sari)

Oleh: Kerina Jefani*

Baru-baru ini, isu mengenai program Pemerintah Kota (Pemkot) Solok yang akan memberikan insentif sebesar satu juta rupiah bagi warganya yang dapat berhenti merokok sedang ramai dibicarakan. Kabarnya langkah ini diambil untuk  memotivasi warga Solok agar mulai menerapkan gaya hidup sehat dan menghemat pengeluaran. Pasalnya,  menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Barat  pada Maret 2022, rokok menjadi komoditas penyumbang kemiskinan terbesar kedua di Sumatra Barat.

Zul Elfian selaku Wali Kota Solok, mengatakan bahwa rata-rata pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok hampir menyentuh angka Rp400.000 sebulan. Ia juga mengungkapkan keheranannya, pada masyarakat yang rela merogoh kocek sangat dalam untuk membeli rokok daripada memenuhi kebutuhan lain. Bahkan, didapati fakta bahwa jumlah konsumsi rokok yang tinggi justru terjadi di kalangan masyarakat tidak mampu.

Adapun mekanisme pemberian dana insentif ini akan ditangani langsung oleh Pemkot Solok dan dibantu oleh sejumlah kader kesehatan. Nantinya, Pemkot Solok akan menugaskan para kader kesehatan untuk melakukan sosialisasi program tersebut kepada masyarakat luas. Selanjutnya bagi yang bersedia, akan diberi waktu selama tiga bulan untuk membuktikan bahwa dia telah berhasil berhenti merokok. Untuk memastikannya, balai kesehatan setempat akan melakukan pengecekan untuk mengetahui kadar nikotin di dalam tubuhnya. Setelah tiga bulan, jika dari hasil pemeriksaan menunjukan tidak ada kandungan nikotin di tubuhnya, maka ia berhak mendapatkan insentif satu juta rupiah.

Demi mendukung program tersebut, Pemkot Solok telah menyulap salah satu Puskesmas di Kota Solok menjadi Klinik berhenti merokok. Meskipun dirasa sulit, karena perilaku merokok adalah kebiasaan kebanyakan masyarakat Solok, Pemerintah Solok mengaku optimis untuk merubah kebiasaan tersebut. Sejauh ini, telah terdapat 30 orang yang mendapatkan insentif dari Pemerintah Solok.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan yang diambil oleh Pemkot Solok merupakan langkah awal yang baik untuk mengatasi berbagai masalah akibat rokok. Jika program ini berjalan dengan baik, maka tidak hanya permasalahan kesehatan, tetapi peningkatan kesejahteraan dan lingkungan juga akan mengalami perbaikan. Program ini juga mencerminkan bentuk kepedulian pemerintah terhadap gaya hidup warganya.

Akan tetapi, dalam realisasinya program ini menuai banyak kontroversi. Bagi sebagian orang, program dari Pemkot Solok ini terkesan rancu dan abu-abu. Hal ini karena masih dangkalnya penjelasan terkait pengawasan yang akan dilaksanakan. Banyak sekali pertanyaan yang timbul terkait keefektivitasan program ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti, bagaimana jika setelah diberi insentif, orang tersebut akan kembali merokok? Siapa yang akan mengawasi warga secara intensif? Bagaimana jika uang yang diberikan nantinya malah akan kembali digunakan untuk membeli rokok? Ramai berseliweran di media sosial.

Anggapan mengenai imbalan berupa uang juga dinilai hanya akan menjadi formalitas bagi warga yang merokok untuk berhenti sementara. Program ini kemudian dinilai sia-sia jika tidak terlaksanan dengan baik. Beberapa komentar juga ikut mengkritik Pemkot Solok yang terfokus pada rokok, padahal peningkatan kesejahteraan dan kesehatan bisa dilakukan dengan cara yang lebih efisien.

Hadirnya program ini juga menciptakan kecemburuan sosial bagi nonperokok. Berbagai pendapat menentang dan lelucon sarkas dilontarkan oleh kalangan nonperokok karena merasa tidak diapresiasi karena tidak merokok. Bahkan, ada pernyataan yang mengatakan bahwa kalangan perokok akan mencoba rokok, kemudian berhenti hanya untuk mendapatkan insentif dari pemerintah. Kendati pun hanya guyonan, hal ini patut menjadi sorotan bagi Pemerintah jika benar-benar terjadi di kemudian hari.

Ramainya komentar dari publik membuat kita sadar bahwa untuk merealisasikan sebuah program yang melibatkan masyarakat membutuhkan sejumlah pertimbangan yang hendaknya dipikirkan secara  matang oleh Pemerintah. Hal ini kemudian menjadi masukan bagi Pemkot Solok dalam realisasi program insentif bagi warga yang berhenti merokok. Pasalnya, jika program ini tidak terlaksana dengan baik, maka akan menimbulkan masalah-masalah lain yang semestinya dihindari.

Oleh sebab itu, Pemkot Solok hendaknya mampu menjawab pertanyaan dan keraguan masyarakat terhadap program yang dicanangkan. Salah satu caranya, yaitu dengan lebih memperjelas mekanisme program yang direalisasikan. Pemkot Solok harus mampu menciptakan sistem pemantauan berkelanjutan yang benar-benar mendukung masyarakat agar dapat behenti merokok atas dasar kemauan sendiri, bukan hanya mengharap insentif dari Pemerintah. Selanjutnya, proses sosialisasi harus lebih digencarkan untuk menanamkan secara dalam kepada masyarakat mengenai bahaya merokok. Harapannya melalui proses ini, masyarakat akan benar-benar berhenti merokok dengan niat yang lebih serius. Demi keberlangsungan program yang baik, Pemkot Solok juga harus senantiasa menimbang komentar, saran, dan dukungan yang dilontarkan oleh publik.

*Penulis merupakan Mahasiswi Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Editor: Haura Hamidah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here