Seorang pengunjung saat sedang menikmati keunikan puncak Batu Runciang, Sabtu (24/6/2023). (Genta Andalas/Resti Rasyid)

Oleh: Resti Rasyid*

Sawahlunto, sebuah kota kecil di Sumatera Barat yang  terletak di lembah  sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Kota ini dikenal dengan julukan “kota arang” karena memiliki banyak peninggalan situs tambang batu bara tertua di kawasan ASEAN. Namun, selain terkenal dengan tambang batu baranya, Kota Sawahlunto juga menyimpan keindahan alam tersembunyi yang terbentuk secara alami oleh fenomena alam. Pada sebuah puncak bukit  Sawahlunto terdapat kumpulan bebatuan karst (kapur) yang tersusun indah menyerupai menara dan berbentuk runcing di bagian ujungnya. Oleh masyarakat setempat objek wisata ini diberi nama Batu Runciang.

Objek wisata Batu Runciang yang berada di Jalan Microwave, Silungkang Oso, Kec. Silungkang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat ini berada tidak jauh dari pusat kota. Jika melewati rute biasanya menuju Sawahlunto, kita akan melewati Puskesmas Singgalang. Jalan masuk menuju Batu Runciang tepat berada di sebelah puskesmas tersebut. Dari jalan tersebut kita perlu menempuh perjalanan selama lebih kurang 20 menit untuk menuju Batu Runciang. Jika kita melalui jalan dari arah Museum Kereta Api Sawahlunto, jaraknya sekitar 14 kilometer  dari museum dan membutuhkan waktu tempuh sekitar 30 menit untuk tiba di lokasi. Oleh sebab akses jalan yang cukup curam dan terjal, sebaiknya kita menggunakan kendaraan roda dua saja sebab jalanannya terbilang sempit sehingga kurang ideal untuk dilintasi mobil. Selain itu, 500 meter sebelum menuju lokasi, jalannya dipenuhi oleh banyak batu kerikil. Pengunjung harus ekstra hati-hati jika tetap ingin menggunakan mobil untuk menuju Batu Runciang.

Pada saat ini, pemerintah setempat tidak memungut biaya masuk ke Batu Runciang karena baru dibuka kembali setelah pandemi. Biaya yang harus dikeluarkan oleh pengunjung ketika mengunjungi objek wisata ini hanya biaya parkir sebesar Rp2.000 untuk motor dan Rp3.000 untuk mobil.Supir bus yang saya tumpangi yang merupakan warga setempat, Doni mengungkapkan bahwa saat ini objek wisata Batu Runciang masih dalam tahap pengembangan. 

“Objek wisata ini sebenarnya masih terbilang baru, tetapi karena pandemi melanda, aktivitas pun menjadi terhambat. Setelah ini pemerintah setempat akan mempromosikan kembali wisata ini,” ucap Doni saat diwawancarai, Sabtu (24/6/2023).  

Memasuki kawasan Batu Runciang kita akan menemukan banyak sekali batu karst (kapur) dengan berbagai ukuran mulai dari yang kecil, yang sedang, hingga yang berukuran raksasa  yang  tingginya mencapai 30 meter. Batu raksasa ini merupakan jenis batuan andesit yang terbentuk secara alami sejak jutaan tahun silam. Pada saat mengedarkan pandangan ke sekeliling, saya mendapati lokasi wisata ini cukup bersih, hanya saja dedaunan dan rumput yang mulai memanjang mungkin belum ditangani dengan baik karena baru pulih dari kondisi pandemi. 

Meskipun demikian, rumput yang memanjang ini ternyata juga memberikan keindahan tersendiri seakan berada di tengah hutan rumput ilalang dan sering juga dipilih sebagai lokasi pemotretan foto pre-wedding bagi para pengunjung karena kesan yang diberikan dan pemandangan yang disuguhkan.

Pada saat berhasil berada di atas batu, mata kita akan dimanjakan dengan  pemandangan menawan yang disajikan di atas puncak Batu Runciang. Kita bisa melihat Jalan Lintas Sumatera yang dipadati oleh kendaraan yang lalu lalang dan menikmati keindahan Kota Sawahlunto yang dibingkai oleh hamparan bukit-bukit hijau.  Salah seorang pengunjung yang berasal dari Padang, Ranny mengaku sangat menikmati pesona unik Batu Runciang. 

“Lelahnya mendaki sampai atas terbayar lunas dengan indahnya pemandangan keren yang disuguhkan,” jelas Ranny.

Kita dapat mengabadikan momen indah di ketinggian bersama keluarga dan orang tersayang. Objek wisata Batu Runciang ini sangat cocok bagi teman-teman yang selfie addict dan suka berburu foto instagramable. Selain sebagai objek wisata, kawasan Batu Runciang pun kerap dijadikan tempat latihan bagi wisatawan yang hobi panjat  tebing. Hal ini karena medan yang tersaji cukup terjal dan kebanyakan batu yang ada memang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki keahlian khusus. Jika berhasil menaklukan tingginya batu tersebut, tentunya akan ada rasa puas tersendiri, terlebih lagi jika semakin tinggi bebatuan yang dipanjat, semakin menakjubkan juga pemandangan yang terpotret dari atas. 

*)Penulis merupakan mahasiswi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas

Editor: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here