(Ilustrator/Raudhatul Tassya Kahirunnisa)

Oleh: Raudhatul Tassya Khairunnisa*

Pariaman adalah kota yang dikenal dengan Pilihan tempat wisatanya yang beragam. Selain itu, tradisi di kota Pariaman juga sangat dikenal oleh banyak orang. Salah satu adat yang dikenal banyak orang tersebut adalah “Uang Japuik”. Masih banyak orang yang salah paham dengan Uang Japuik ini. Ada dua macam adat mengenai uang japuik yaitu, uang japuik dan uang hilang.

Uang japuik adalah salah satu bentuk adat di Pariaman yang berupa barang seperti emas dan bukan berupa uang. Misalnya jemputan lima emas nantinya akan dikembalikan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan. Lain halnya dengan uang hilang adalah salah satu bentuk adat Pariaman yang memang berbentuk uang dan tidak kembali. Istilahnya adalah menandakan bentuk harga diri dari seorang perempuan. Agar nantinya pihak laki-laki tidak akan berbuat semena-mena terhadap pihak perempuan.

Urang Tuo dari Korong Kampung Kandang Koto Gadih Kabupaten Padang Pariaman, Ardi Gusdi mengatakan bahwa banyak sekali penyalahan tafsir terkait uang japuik yang ada di pariaman.

“Atas nama Uang Japuik akan kembali nantinya kepada pihak perempuan. Bahkan, lebih menguntungkan nantinya jika ditambah oleh pihak laki-laki. Contohnya Uang Japuik sebesar lima emas, bisa nantinya jadi enam emas. Kalau biasanya hal itu dinamakan Tendek Jalang,” ujar Ardi Gusdi atau biasa dipanggil Rang Tuo Edi.

Uang Japuik dan uang hilang ini adalah bentuk harga diri bagi perempuan. Karena jika pandangan secara lahir atau batin memang laki-laki yang memberi kepada perempuan. Namun beda di Pariaman, jika di daerah lain, jika seorang perempuan yang diberi kepada laki-laki atau dibagi, nantinya pihak perempuan ini tidak akan bisa punya kekuatan di pihak laki-laki jika terjadinya hal yang buruk dalam rumah tangga mereka.

Pariaman, perempuan yang memberi kepada laki-laki maka harga diri perempuan lebih besar daripada laki-laki. Sebenarnya, yang dimaksud dengan japuik itu adalah dengan cara adat. Adanya dua pertemuan dua belah pihak mamak dengan mamak atau orang nagari. Itu yang dimaksud dengan japuik yang salah satunya kapur sirih dan carano yang menjadi simbol dari adat orang Pariaman atau orang minang.

Selanjutnya Rang Tuo Edi mengatakan bahwa adanya proses terkait Uang Japuik ini. Proses dari japuik ini sangat panjang. Diawal adanya proses pinang meminang yang dimana pihak perempuan akan datang kepada pihak laki-laki. Jadi dari pihak perempuan adanya dua tahap terjadinya uang japuik dan uang hilang ini.

Pertama, secara kekeluargaan dengan mamak pihak perempuan atau dapat juga disebut Panyilau secara minang nya. Sedangkan dalam Pariaman maantaan asok. Pada tahap awal ini dirumuskan tentang uang japuik dan uang hilang ini. Misalnya jemputan lima emas ini nantinya akan ada pegangan yang akan diproses dalam pinangan nanti. Uang hilang juga akan ditentukan pada tahap awal ini. Uang hilang ini akan dibahas terkait berapa banyak uang hilang atau uang suka-sama suka atau bisa juga disebut uang dapur. Lalu yang terakhir di tahap awal ini, hak nan miliak, pusako nan punyo maksudnya di sini adalah keputusan dari ninik mamak dalam sebuah perjanjian atau dinamakan keputusan buek nan di buek padang nan bakua. Hal itu tidak bisa ditentukan pada sila nan bapangka, tetapi membayangkannya boleh. Misalnya, uang ninik mamak nya dua juta, pada tahap itu saja bisa disebutkan dan belum boleh diputuskan langsung. Saat acara pinangan atau tukar cincin lah baru dapat disebutkan keputusannya. Pada tahap awal ini dinamakan lakuang maninjau kalam manyigi.

Pada tahap kedua, di Pariaman ada yang melaksanakan kampung-kampungan yang dimana dilaksanakan di rumah perempuan. Contohnya di Sunur Kurai Taji sampai Pauh Kambar tetap adanya kampung-kampungan ini, karena telah adanya kata sepakat yang dibawa kpada pihak laki-laki. Ada juga Sebagian melakukan yang istilahnya mantaan tando lebih dulu, baru melakukan kampung-kampungan. Setelah kampung-kampungan dimana telah ada kata sepekat, barulah nantinya kesepkatan itu akan disampaikan kepada pihak laki-laki. Hal ini bukan hanya melibatkan pihak keluarga, tetapi juga melipatkan pihak Korong atau Nagari. Pada tahap kedua ini dinamakan dengan silah sambah. Pada tahap kedua ini dinamakan Sutinah sambah.

Pada tahap ketiga dinamakan dengan pihak kapado siriah. Pada tahap terakhir dinamakan dengan niek dan mokasuik. Nah, pada akhir tahap ini adalah sebagai penentu dari hasil kesepkatan di tahap pertama tadi yaitu dari keluarga masing-masing. Pada tahap terakhir ini, ninik mamak atau kapalo mudo yang menyampaikan hasil kesepakatan itu dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Jika hal itu sudah sepakat, maka disebutkanlah Uang Japuik, uang hilang atau uang suka sama suka, dan uang ninik mamak.

Setlah sepakat dari kedua belah pihak maka di sanalah terjadinya ijab dan qobul. Saat tahap terakhir inj mengatakan bahwa secara adat nikah mamak dengan mamak. Telah terjadinya hubungan silahturahmi antara kedua belah pihak secara adat. Ijab ini dinyatakan oleh pihak perempuan, bahwasanya telah sah jemputan lima mas, uang suka sama suka atau uang hilang Rp15.000.000, dan uang ninik mamak Rp2.000.000. Diterima oleh pihak laki-laki nantinya yang di pandu oleh salah seorang pemuka adat untuk proses ijab dan qobul secara adat tersebut.

Lain hal nya dengan, misalnya diantara kedua mempelai bukanlah orang Pariaman. Maka hal itu tetap melakukan proses nya. Hanya saja itu bagaimana nantinya kedua calon mempelai yang menghitung uang japuik dan uang hilangnya. Ada juga beberapa dari orang luar yang mengikuti adat Pariaman ini. Ada juga yang tidak, namun tidak boleh memberitahukannya pada siapapun kecuali keluarga kedua calon mempelai saja. Karena dikhawatirkan terjadi hal yang tidak-tidak nantinya di masyarakat.

*Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here