(Ilustrator/Zahra Nurul Aulia)

Oleh: Chindy Trivendi Junior *

Sebuah video pendek menunjukkan kearoganan aparat penegak hukum dalam penangkapan pendangdut Saipul Jamil atas dugaan penyalahgunaan narkoba beredar dengan cepat di media sosial. Saipul Jamil tampak tidak berdaya dalam upaya paksa penangkapannya seraya menangis meminta tolong mengira dirinya tengah dibegal atau dirampok. Kasus ini terjadi di sekitar Halte Jelambar, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Bahkan beberapa orang terlihat tidak menggunakan identitas kepolisian saat proses penangkapan tersebut. Setelah diperiksa selama tiga hari di Kepolisian Sektor Tambora, Saipul Jamil dibebaskan karena terbukti tidak bersalah dan negatif mengonsumsi narkoba. Hanya asisten sekaligus driver pribadinya atas nama Steven yang dengan bukti permulaan telah melakukan transaksi jual beli narkoba tanpa sepengetahuan Saipul Jamil.

Dengan kasus salah tangkap sekaligus beredarnya video pendek tersebut tentu telah menimbulkan kerugian bagi pendangdut kondang itu. Belum lagi hak kemerdekaannya terenggut sepanjang proses penangkapan berlangsung, termasuk kerugian baik secara fisik, materi, psikis, bahkan sempat mendapatkan stigma buruk dari masyarakat. Negara tentu tidak boleh semena-mena dalam hal pengekangan terhadap kebebasan masyarakat yang akan berujung pada hilangnya hak kenyamanan, hak hidup, hak memelihara kehormatan dan sebagainya. Orang yang masih dalam penyelidikan atau penyidikan disebut tersangka sehingga sifat kesalahan pidana yang dilekatkan padanya masih disangkakan selama belum terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, seorang tersangka harus tetap diperlakukan dengan sebaik-baiknya dengan mengedepankan kemanusiaan dan asas praduga tak bersalah, begitu pun dalam melakukan penangkapan terhadap tersangka tindak pidana.

Mari kita urai proses penangkapan Saipul Jamil, dalam rekaman video tampak proses penangkapan dilakukan dengan upaya kekerasan. Saipul Jamil tampak diseret, dipukul, dimaki-maki oleh petugas, hingga dipermalukan di tengah jalan. Alih-alih disebut prosedur penangkapan, serangkaian aksi tersebut lebih pantas disebut sebagai aksi premanisme. Hal tersebut sangat tidak sesuai dengan prosedur penangkapan yang diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76 Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri. Lebih lanjut Pasal 76 menjelaskan dalam melakukan penangkapan petugas wajib mempertimbangkan keseimbangan antara tindakan dengan ancaman, harus menghormati hak-hak tersangka penangkapan, serta memahami penangkapan bukan berarti penghukuman bagi tersangka. Dengan berbagai prosedur yang tidak sesuai aturan itu, ironisnya Saipul Jamil justru terbukti tidak bersalah dan negatif penyalahgunaan narkoba.

Dapatkah dalam hal ini Saipul Jamil menuntut ganti rugi atas rentetan kerugian yang dideritanya?

Penegakan hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenal suatu ganti kerugian berupa sejumlah uang akibat ditangkap, ditahan, dituntut, maupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, kekeliruan mengenai orang ataupun hukum yang diterapkan. Tuntutan ganti kerugian ini dilakukan untuk menjamin hak asasi manusia dengan semaksimal mungkin serta menuntut negara agar hati- hati dalam melakukan acara pidana, sehingga negara juga tidak turut dirugikan dengan harus membayar ganti kerugian. Untuk memperoleh hak ganti kerugian, Saipul Jamil dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui praperadilan kepada pengadilan negeri setempat sebagaimana Pasal 77 KUHAP.

Dalam praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal serta selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari hakim sudah harus menjatuhkan putusannya, dimana dalam tuntutan ganti kerugian disebut dengan penetapan. Besaran biaya ganti kerugian diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 92 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. Besaran ganti kerugian paling sedikit Rp500.00,00 dan paling banyak Rp100.000.000, apabila mengakibatkan luka berat atau cacat paling sedikit Rp25.000.000 dan paling banyak Rp300.000.000, serta jika mengakibatkan mati ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp600.000.000. Dalam praperadilan, hakim dapat menilai berapa besaran ganti kerugian yang dapat diperoleh Saipul Jamil atas kasus salah tangkap yang merugikan dirinya secara materil dan immateril yang dibayarkan oleh menteri keuangan.

Oleh karena itu, dengan kasus salah tangkap Saipul Jamil ini negara harus lebih berhati-hati dalam melakukan upaya paksa terhadap tersangka. Negara harus tetap mematuhi dan menghormati hak-hak tersangka yang belum dinyatakan bersalah sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Serta negara melalui kepolisian harus sebisa mungkin menghindari cara-cara represif dengan kekerasan yang dapat merugikan tersangka bahkan merugikan negara itu sendiri.

*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here