Dangke Naniura/ Indonesia .go.id

Oleh               : Asyani Rahayu Simatupang

Bukan hanya Jepang yang punya sashimi sebagai jamuan tradisional mentah, negara kita juga punya olahan mentah berbahan dasar ikan yang kali ini lahir dari cita rasa unik khas Sumatera Utara khususnya Suku Batak, yakni Dengke Naniura. Dengke Naniura merupakan jejak pangan leluhur yang eksistensinya terus diabadikan hingga saat ini.

Secara bahasa, Dengke Naniura dirujuk dari bahasa batak toba, “Dengke” artinya “ikan”, dan “Naniura” berarti “yang diasamkan”. Dengke juga disebut Dekke. Secara istilah, Dengke Naniura  merupakan makanan yang dalam proses pengolahannya tidak dimasak melalui api, namun difermentasi dengan menggunakan utte (asam) jungga dan kemudian dibiarkan selama beberapa jam agar daging ikannya lembut. Ikan yang umum digunakan untuk jamuan ini adalah ikan karper atau lebih dikenal sebagai ikan mas. Namun tidak menutup kemungkinan jika ikan nila, ikan mujair, dan beberapa jenis ikan tawar lainnya dapat dijadikan sebagai pengganti.

Secara historis, Dengke Naniura hanya dihidangkan pada jamuan makan para raja dan upacara-upacara adat di Tanah Batak. Bahkan tidak semua juru masak yang diberi kepercayaan untuk membuatnya. Esensinya sangat istimewa dan sakral, sebab tidak semua situasi diperbolehkan menghidangkan jamuan mentah ini. Dahulu, tampilannya begitu sederhana. Ikan mas yang diolah dihidangkan dengan wujud yang utuh dari kepala hingga ekor, disayat tipis pada bagian tengah daging agar bumbu dan rempah-rempah dapat meresap.

Dengke Naniura matang dari hasil fermentasi asam jungga yang dapat mengurangi bau amis pada ikan, sekaligus sebagai antimikroba. Penambahan asam pada ikan dapat mengurangi bakteri dan berfungsi untuk mendenaturasi protein pada ikan sehingga daging ikan menjadi matang dan berwana keputihsusuan. Resep pembuatannya pun cukup sederhana, turun-temurun dari leluhur yang tinggal di kawasan pesisir dan wilayah sekitar toba.

Untuk membuat Dangke Naniura rempah-rempah yang digunakan dalam proses pengolahannya tidak sesederhana itu. Butuh satu sendok makan andaliman untuk menciptakan rasa pedas dan sedikit getir di daging ikan. Andaliman sendiri hanya tumbuh di hutan Sumatra Utara dan punya harga jual cukup fantastis di luar pulau. Lalu tentunya ikan mas fillet dan asam jungga sebagai bahan baku utama, cabai rawit, jahe, kemiri sangrai, sari lengkuas, rias, garam secukupnya, bawang putih, bawang merah, lokio atau bawang batak, kemudian bunga honje yang sudah dikukus hingga empuk. Semuanya dicampur rata setelah bahan-bahannya dihaluskan lalu dioleskan ke seluruh permukaan ikan fillet yang sudah di potong-potong. Kemudian Dengke Naniura dan bumbu yang sudah dicampurkan tadi  perlu didiamkan selama kurang lebih 4 jam untuk proses fermentasi dan pematangan.

Tesya, gadis pesisir beretnis Batak mengaku bahwa kesan pertamanya terhadap Dengke Naniura sedikit sulit untuk didefinisikan.

“Rasanya sedikit aneh saat pertama kali mencobanya, tapi saya pikir itu karena saya kurang familiar saja. Kalau boleh jujur, saya sangat terkesima dengan rempah-rempah yang dipadukan. Dagingnya enak, tidak terlalu alot,” ungkap Tesya Simanjuntak saat diwawancarai pada Sabtu (13/4/2024)

Sepakat dengan opini Tesya, Debora Manik mengatakan bahwa ia sangat menyukai Dengke Naniura walau masih di suapan pertama.

“Kenikmatannya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Cita rasa yang gurih, asam, dan pedas dari andaliman membuat saya berspekulasi bahwa budaya dan kuliner batak sangat di berkati. Kalian harus coba sendiri, saya jamin lidah kalian akan bergetar menikmati sensasinya,” Ucapnya.

Oleh karena rasanya yang begitu lezat, kemahsyuran Dengke Naniura bahkan diabadikan dalam lagu suku Batak (Toba) yang berjudul Tabo do Dekke Naniura (Betapa enaknya Dengke Naniura) yang diciptakan oleh artis Batak untuk menggambarkan kenikmatan Ikan yang fermentasi ini.

Tak kalah dengan Sashimi ala Jepang dan Ceviche dari Peru, Dengke Naniura hadir dengan cita rasa yang eksotis perpaduan antara ikan air tawar mentah dengan resep tradisional menjadikannya begitu  manarik. Naniura sering ditemui di berbagai acara adat Batak Toba seperti pernikahan, pesta memasuki rumah, jamuan di acara syukuran rumah ibadah, atau bahkan di restoran dan rumah makan khas Suku Batak.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here