Surau atok ijuk di Sicincin, Padang Pariaman yang mulai ditinggalkan warga karna kondisi yang mulai rusak. (Genta Andalas/Tasya Anstasya)

oleh: Alya Anastasya

Surau Atok Ijuak adalah wisata religi yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar dengan nomor inventaris 06/Bcb-TB/A/13/2007. Disebut Surau Atok Ijuak, sebab atap yang digunakan pada surau ini masih menggunakan ijuk atau serabut pohon enau. Hal yang menakjubkan dari surau ini ialah dinding masjid yang menggunakan papan dan tanpa paku dengan tiang-tiang dari kayu yang masih berdiri kokoh. Surau Atok Ijuak memiliki arsitektur tradisional Minangkabau yang tampak dari muka masjid.

Surau ini berlokasi di Korong Pauh, Nagari Sicincin, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat. Surau Atok Ijuak adalah saksi sejarah penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syekh Burhanuddin di Sumatra Barat. Beliau adalah salah seorang tokoh ulama besar dari Ulakan, Pariaman. Menurut salah seorang penuturan warga setempat, Yena mengatakan bahwa surau ini dibangun oleh warga setempat secara gotong royong. “Saat ini, Surau Atok Ijuak sudah berusia kurang lebih 500 tahun,” tuturnya pada Kamis (25/4/2024).

Akses menuju Surau Atok Ijuak cukup mudah, dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan roda empat. Surau ini terletak kurang lebih 500meter dari Jalan Raya Padang-Bukittinggi dan Pasar Sicincin. Surau ini terletak di daerah yang rendah, dekat dengan sungai sehingga memudahkan warga untuk mengambil air widhu. Namun, bangunan bersejarah Surau Atok Ijuak saat ini dalam kondisi memprihatinkan. Beberapa bagian bangunan telah mengalami perusakan dan tidak terlestarikan. Hal tersebut tampak pada lantai kayunya yang telah patah dan bagian atap surau yang telah banyak bolong-bolong.

Lantai Surau Atok Ijuk yang terlihat keropos dan berlubang karna terlantar dan tidak dilakukan renovasi (Genta Andalas/ Alya Anastasya)

Selain itu, kondisi halaman Surau Atok Ijuak yang kurang terawat dengan banyaknya sampah yang berserakan menambah nilai terlantar dari tempat wisata religi ini. Menurut Yena, biasanya warga sekitar rajin bergotong royong membersihkan surau ini, tetapi sekarang jarang sebab masyarakat lebih mendahulukan bertani. “Biasanya surau ini rajin dibersihkan, tetapi sekarang jarang sebab waktu senggang warga yang lebih memilih bertani untuk mencari makan sehari-hari,” tutur Yena.

Surau Atok Ijuak adalah surau lama yang saat ini telah jarang digunakan beribadah oleh warga setempat. Dahulu, Surau Atok Ijuak masih digunakan oleh warga setempat untuk salat tarawih, idul fitri, idul adha, wirid, dan dzikir. Namun, saat ini telah jarang digunakan sebab di sekitar 50meter dari Surau Atok Ijuak telah dibangun Masjid At-takwa. Warga setempat saat ini lebih sering beribadah di masjid tersebut.

Kondisi ruangan di dalam Surau Atok Ijuk yang kurang terawat (Genta Andalas/Alya Anastasya)

Kondisi Surau Atok Ijuak yang saat ini terlantar begitu disayangkan. Padahal, bangunan surau ini memiliki nilai sejarah yang tidak ternilai. Bagian depan bangunan surau beberbentuk bujur sangakar dengan ukuran 10 x10 meter persegi dengan ciri khas minagkabau yaitu, bentuk gonjong pada bagian depannya. Terlihat juga ada perpaduan ukiran Minangkabau dan tulisan Arab.

Menurut salah seorang wisatawan surau dari mahasiswa Universitas Andalas (UNAND), Aldi mengungkapkan penyesalan yang dirasakan saat mengunjungi surau. Bangunan bersejarah yang ada di Sicincin ini harus mengalami kondisi terlantar dan terbengkalai. Keunikan bangunan surau dengan ornament tulisan Arab Jawi dan sejarahnya dapat menjadi nilai tambah untuk menarik wisatawan. Namun, kondisi surau yang terlantar dengan lantai kayu yang telah banyak patah, atap surau yang telah banyak bolong, dan banyak sampah yang berserakan.

Selain itu, status Surau Atok Ijuak sebagai cagar budaya seharusnya dapat dimanfaatkan. Melalui status tersebut, Aldi berharap surau ini dapat tetap terlestarikan dan dirawat dengan baik. “Situs cagar budaya surau ini seharusnya dapat tetap terawat dan bisa menjadi objek wisata yang layak bagi pengunjung untuk mengenal budaya religi Minangkabau,” tutur Aldi pada Kamis (25/4/2024).

*Penulis merupakan mahasiswa Dapartemen Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas 

Editor : Haura Hamidah 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here