Deklarasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar Melawan Politik Uang dan Politik Dinasti Jumat, (28/6/2024) di Gedung Tahir Foundation (Genta Andalas/ Vika Yuliandari)

Padang, gentaandalas.com- Koalisi masyarakat sipil dari berbagai kelompok aktivis hak asasi manusia dan civitas akademika Sumatera Barat (SUMBAR) bergabung dalam kegiatan diskusi dan deklarasi bersama yang bertajuk “Sumatera Barat Melawan Politik Uang dan Politik Dinasti” di Gedung Tahir Foundation, Fakultas Hukum, Universitas Andalas (UNAND), pada Jum’at (28/6/2024) sebagai bentuk melawan praktik-pratik merusak integritas demokrasi yang terjadi.

Pakar hukum tata negara dan dosen hukum UNAND, Feri Amsari menyampaikan bahwa tujuan deklarasi ini untuk menjadi tolak ukur dan sebuah percikan api kecil yang dapat menyebar ke berbagai daerah lainnya dalam upaya meningkatan kesadaran dan peran partisipasi masyarakat melawan politik uang serta politik dinasti yang menjadi polemik di Indonesia pada saat ini.

“Adanya deklarasi ini untuk meningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat melawan politik uang serta politik dinasti yang menjadi polemik saat ini,” ujar Feri dalam deklarasi di Gedung Tahir Foundation pada Jum’at (28/6/2024).

Salah seorang pakar politik dan sosial dari Australian National University, Prof. Edward Aspinall yang turut serta dalam kegiatan menjelaskan keberlangsungan politik di Indonesia saat ini yang sudah berada di dalam lingkaran setan dimana politik uang sudah menjadi Self Sistem in Sistem atau kondisi masyarakat yang kehilangan kepercayaan dalam politik formal dan politik problematis sehingga masyarakat akan berpikir untuk memilih calon yang memberi uang lebih banyak atau bantuan lain pada mereka. Fenomena yang sudah terlihat dari 2018 tersebut membawa pemikiran politik uang menjadi hal yang wajar dan tidak sedikit politisi mengatakan jika menggunakan uang belum tentu menang tetapi jika tidak menggunakan uang akan kalah.

“Kondisi politik Indonesia dalam lingkaran setan politik uang sudah terlihat dari tahun 2018 dimana banyak calon ketika bertemu dengan masyarakat mereka harus memenuhi semua keluh kesah dan keinginan masyarakat sehingga tidak sedikit para calon yang mengatakan jika tidak pakai uang akan kalah,”ujar Edward.

Edward juga menambahkan bahwa ketika melihat persamaan Indonesia dengan Filiphina dari struktur pemerintahan terlihat banyak pejabat yang memiliki nama belakang yang sama atau dari suatu keluarga yang sama, sejak tahun 1940-an. Hal tersebut semestinya menjadi renungan agar dapat mencari solusi menghindari kemungkinan lebih buruk seperti Filphina dimana politik uang semakin mejuburkan politik korupsi dan menjadi hambatan bagi pembangunan. Selain itu, Edward juga menegaskan perlu perbaikan dan tidak diteruskan politik pembiaran atau tidak adanya tindakan hukum atas politik uang yang terjadi terang-terangan.

Direktur Pusat Studi Politik-Hukum Pemilu dan Demokrasi UNAND, Dr. Muhammad Yusra juga turut menyampaikan pandangannya bahwa Indonesia yang merupakan negara luas secara geografinya ini tentu membutuhkan sumber daya finansial yang cukup besar untuk menghidupkan sebuah partai, adanya kondisi demikian menjadi pertanyaan apakah itu salah satu faktor politik uang terus terjadi di Indonesia. Yusra juga menegaskan kondisi Indonesia dimana politik miskin ideologi, atau menggunakan partai hanya sebagai ajang bisnis saja menjadi potensi terjadinya korupsi yang menyebabkan kerugian pada negara, apalagi kebutuhan politik yang terlalu boros dalam pesta demokrasi saat ini.

“Di Indonesia ini terlalu boros dalam pesta demokrasi, apalagi kondisi negara luas tentu butuh sumber daya finansial besar,” ujar Yusra.

Dalam akhir diskusi, koalisi masyarakat sipil SUMBAR dengan para aktivis dan civitas akademika menyampaikan deklarasinya agar memastikan perhelatan demokrasi pemilihan kepala daerah mendatang dilaksanakan dengan akal, kecerdasan, integritas dan kejujuran serta menolak pembodohan demokrasi dengan melawan praktik politik uang. Koalisi masyarakat sipil juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia dari mahasiswa, buruh, tani, masyarakat adat, dan media untuk bergerak bersama.

Reporter: Alya Antasya dan Vika Yuliandari

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here