Oleh: Nurul Ilmi Ramadhani*
Seiring dengan meningkatnya popularitas, TikTok telah menjadi bagian penting dari kehidupan digital banyak orang. Aplikasi ini telah berkembang pesat dalam lima tahun terakhir, terutama selama pandemi yang memberikan kesempatan besar bagi TikTok untuk berkembang dan diminati. Selama pandemi, TikTok tidak hanya menjadi alat hiburan, tetapi juga wadah kreativitas bagi individu yang mencari cara untuk mengisi waktu luang dengan konten yang mereka buat. Pendukung TikTok mengklaim bahwa platform ini menyediakan hiburan yang menyenangkan dan bisa menjadi pelarian yang menyegarkan dari tekanan sehari-hari. Mereka berpendapat bahwa menggunakan TikTok dapat membantu merilekskan pikiran dan mengurangi stres. Konten-konten ringan dan menghibur, seperti tantangan tarian, tips hidup, dan video lucu, dapat memberikan kelegaan mental dari rutinitas yang membosankan dan tekanan pekerjaan atau studi. Namun, timbul pertanyaan mengenai sejauh mana aplikasi ini mempengaruhi konsentrasi pikiran manusia?
Perspektif kritis tentang pengaruh TikTok terhadap konsentrasi menyoroti beberapa masalah potensial. Pertama, format video pendek yang cepat dan berulang dapat membuat pengguna terjebak dalam siklus konsumsi konten tanpa henti. Alih-alih membaca atau melakukan aktivitas yang membutuhkan fokus lebih mendalam, pengguna sering kali tergoda untuk menghabiskan waktu mereka dengan menggulir feed TikTok. Saat seseorang mulai menonton satu video, algoritma TikTok secara cerdas menampilkan video lain yang sesuai dengan preferensi pengguna, sehingga membuat mereka terus-menerus ingin melihat lebih banyak. Ini mengakibatkan penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi pada satu tugas dalam jangka waktu yang lama, karena otak terbiasa dengan stimulasi singkat dan cepat dari video TikTok.
Selain itu, fitur “For You Page” yang dirancang untuk menyesuaikan konten dengan preferensi pengguna dapat menjadi pedang bermata dua. Meskipun tujuannya adalah menyediakan pengalaman yang disesuaikan dan menarik bagi pengguna, fitur ini juga dapat mengalihkan perhatian mereka dengan terus-menerus menampilkan konten baru yang dirancang untuk menarik perhatian. Akibatnya, pengguna dapat terjebak dalam siklus tanpa henti, menghabiskan waktu lebih lama dari yang mereka rencanakan, dan kesulitan kembali fokus pada tugas-tugas penting lainnya.
Dikutip dari alinea.id, menonton terlalu banyak video di TikTok bisa memicu TikTok brain. The Wall Street Journal menyebut TikTok brain sebagai fenomena di mana anak-anak dan remaja merasa lebih sulit berpartisipasi dalam aktivitas yang tidak menawarkan kepuasan instan, seperti yang mereka dapatkan dari konten pendek di TikTok. Menurut psikiater dan pakar trauma Nina Cerfolio dalam New York Post, fenomena TikTok brain disebabkan oleh menonton video yang dipersonalisasi menggunakan algoritma yang akurat memprediksi konten yang disukai.
Cerfolio menjelaskan bahwa saat menggunakan TikTok, terdapat peningkatan dopamin di pusat otak, yang dapat menyebabkan otak kecanduan pada sekresi dopamin yang berkelanjutan. Dopamin adalah zat kimia di otak yang meningkat saat seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan. Hal ini sering kali mendorong remaja untuk terus menggunakan situs ini agar merasa “baik” setelah berhasil masuk ke dalam kelompok.
Selain itu, ada keprihatinan tentang efek jangka panjang dari paparan yang berkelanjutan terhadap konten TikTok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan neurologis dan meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, termasuk kecanduan dan depresi. Saat seseorang menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari menonton video pendek yang memberikan rangsangan cepat dan konstan, otak mereka dapat menjadi terbiasa dengan tingkat stimulasi yang tinggi. Hal ini bisa mengubah cara otak memproses informasi dan merespons rangsangan, yang akhirnya dapat mempengaruhi keseimbangan kimia otak dan fungsi neurologis lainnya.
Seperti banyak hal dalam hidup, keseimbangan dan kesadaran adalah kunci dalam menggunakan TikTok. Di satu sisi, platform ini dapat menjadi sumber hiburan yang menyenangkan dan kreatif, tetapi penting bagi pengguna untuk membatasi waktu mereka dan memastikan bahwa penggunaan TikTok tidak mengganggu keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kesadaran yang lebih besar akan potensi dampaknya, pengguna dapat membuat pilihan yang lebih bijaksana tentang bagaimana mereka menggunakan waktu online mereka.
Editor: Fadhilatul Husni
* Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas