(Ilustrator/Zahra Nurul)

Oleh: Aprila Aurahmi*

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Keberagaman tersebut berbeda-beda di setiap daerahnya. Setiap daerahnya mempunyai keunikan tersendiri yang membuat keberagaman budaya tersebut semakin indah. Salah satu keberagaman budaya Indonesia yang menjadi sorotan yaitu upacara adat. Menurut Koentjaningrat upacara adat adalah segala kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh masyarakat dalam suatu komunitas yang dianggap sebagai bentuk kebangkitan dalam diri masyarakat. Seperti pada Nagari Lingkuang Aua, Pasaman Barat, Sumatra Barat (Sumbar) yang memiliki upacara adat Tolak Bala.

Tolak Bala adalah kegiatan warga desa yang berisi ritual memanjatkan doa dnegan tujuan agar desa terhindar dari segala bentuk penyakit dan malapetaka. Masyarakat di Nagari Lingkuang Aua biasa melakukan upacara adat Tolak Bala dalam bentuk memunajatkan doa bersama kepada Allah. Tokoh ninik mamak Nagari Lingkuang Aua, Yasrizal mengatakan bahwa tolak bala dilakukan jika terjadi suatu musibah yang mampu mengganggu ketentraman masyarakat kampung.

“Tolak bala dilakukan ketika menyerang kehiduoan masyarakat, seperti belum lama ini tolak bala dilakukan saat Covid-19 melanda Indonesia,” kata Yusrizal pada Minggu (25/6/2023).

Upacara adat tolak bala yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Lingkuang Aua biasanya dilakukan pada malam hari. Tokoh masyarakat kampung akan mengumumkan adanya upacara adat tolak bala jika dirasa musibah yang datang benar-benar harus ditangani secara religis. Tolak bala dilakukan jika seluruh usaha dari masyarakat sebelumnya tidak membuahkan hasil yang diinginkan.

Tolak bala dilakukan dengan cara, seminggu sebelum dilaksanakannya masyarakat bergotong royong membersihkan pekarangan rumah serta fasilitas-fasilitas umum. Kemudian, setelahnya akan diberi pengumuman di musala bahwa upacara adat tolak bala akan dilaksanakan. Dalam melakukan upacara adat tolak bala, masyarakat diharuskan memakai pakaian serba putih. Perempuan maupun laki-laki diwajibkan menutup aurat. Lalu, masyarakat diwajibkan membawa obor atau dikenal dengan nama suluah di tangan masing-masing.

Kegiatan ini dilakukan sehari sebelumnya di musala terdekat dari rumah. Biasanya, bapak-bapak akan mencaro bumbu bersama dan membuatnya di musala. Sedangkan, para ibu-ibu akan membawa persediaan makanan, seperti kue bolu, lopek, dan roti-rotian. Setelah itu, pada hari yang telah ditentukan oleh tetua adat, masyarakat akan melaksanakan salat Maghrib dan Isya berjamaah di masjid bagian timur kampung. Setelah selesai salat, masayrakat akan memulai tradisi adat tolak bala.

Masyarakat yang mengikuti tradisi adat tolak bala akan berjalan bersama-sama sembari membawa obor di tangan kanan. Kegiatan ini dilakukan sembari mengucakpak zikir-zikir kemudian mengucapkan takbir sembari berjalan menuju ujung kampung. Sesampainya di ujung kampung, atau lebih tepatnya di sebuah jurang bagian kanan jalan raya. Tokoh ninik mamak yang telah dianggap memiliki ilmu agama yang tinggi akan melantunkan doa tolak bala. Setelahnya akan dikumandangkan adzan oleh seorang pemuda kampung.

Setelah mengumandangkan adzan, upacara adat tolak bala telah selesai dilakukan ditutup dengan doa bersama di sebuah masjid bagian barat kampung, masjid tersebut adalah masjid tertua di Nagari Lingkuang Aua. Obor-obor yang dibawa oleh masayrakat yang mengikuti upacara adat tolak bala akan dimatikan di sana dan lanjut pulang ke rumah masing-masing. Upacara adat tolak bala biasanya dilakukan setelah selesai salat Isya, sekitar pukul 23.00 malam. Rute perjalanan yang dilakukan sejauh 4km.

Walaupun upacara adat tolak bala dilakukan dalam rangka penghalau musibah, masyarakat Nagari Lingkuang Aua melaksanakannya dengan sangat bersuka cita, terlebih bagi anak-anak dan pemuda pemudinya. Hal tersebut karena, upacara adat tersebut hanyalah dilakukan masyarakat kampung yang bergotong royong dan Bersatu padu dalam melaksanakannya. Jadi, selain mempunyai manfaat yang diharapkan dapat mengusir musibah, upacara adat tolak bala juga mendatangkan rasa kebersamaan sesama masyarakat kampung.

Salah seorang warga Nagari Lingkuang Aua, Derita Yasri yang juga ikut menyiapkan hidangan ini mengakui bahwa upacara tolak bala sangat bisa merangkul kebersamaan dan tali persaudaraan yang telah longgar. “Upacara adat tolak bala mampu membuat kita sadar bahwa semua urusan diserahkan kembali kepada Allah dan memperkuat tali persaudaraan,” tutur Yasri.

*)Penulis merupakan mahasiswi Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here