Oleh : Fauzan Fajari *)
Menjalani perkuliahan daring sangat menyita tenaga dan pikiran, apalagi dengan tumpukan tugas yang menuntut untuk diselesaikan. Menghabiskan waktu di rumah dan selalu stand by di depan laptop tentu membuat badan lelah dan pikiran jenuh. Sesekali perlu untuk memanjakan diri, pergi jalan-jalan misalnya. Seperti kata orang, jika sedang suntuk lebih baik pergi ke luar rumah.
Banyak tempat yang bisa digunakan sebagai pelepas penat, salah satunya adalah pantai. Suara debur ombak dan semilir angin akan terasa menenangkan. Di Sumatra Barat (Sumbar), bukan hal yang sulit untuk menemukan pantai, karena tujuh dari 19 kota/kabupaten di Sumbar berada di pesisir pantai. Salah satu pantai yang bisa dijadikan tujuan wisata sembari melepas lelah selama perkuliahan daring ialah Pantai Tan Sridano. Pantai ini berada di Nagari Taluak, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar.
Saya dan salah seorang teman berkesempatan mengunjungi pantai dengan keindahan pohon pinusnya ini pada 21 Desember 2020 lalu, selepas melaksanakan Ujian Akhir Semester ganjil. Memulai perjalanan dari Kecamatan Sutera, jarak yang kami tempuh berkisar 15 kilometer.
Selama di perjalanan mata kita akan disuguhkan dengan berbagai pemandangan indah seperti perumahan warga, sawah dan kebun, perbukitan, pemandangan laut dari puncak bukit, dan beragam aktivitas warga sehingga perjalanan tidak terasa membosankan. Ditambah lagi landasan tempuh menuju tempat tujuan yang sangat mendukung, tidak ditemukan jalanan aspal yang rusak, jika pun ada hanya hitungan jari.
Sekitar 20 menit perjalanan, kami sampai di dekat persimpangan menuju kawasan pantai. Sebelum berbelok menuju lokasi tujuan, banyak dijumpai kedai yang menjajakan aneka gorengan seperti tahu, bakwan, pisang, ubi, dan lain sebagainya. Kami singgah sebentar membeli beberapa jajanan merakyat tersebut sebelum memasuki kawasan Pantai Tan Sridano.
Akses menuju kawasan pantai ini ada dua jalur, pertama dengan melewati persimpangan di dekat plang SMP 3 Batang Kapas. Hanya saja, jika melewati jalan ini kendaraan seperti motor dan mobil tidak dapat mencapai langsung ke spot paling menarik di pantai ini. Oleh karena itu, sekarang jalan ini sudah jarang dilewati oleh wisatawan, kebanyakan hanya digunakan oleh para nelayan yang pergi melaut.
Kami memilih menggunakan jalur kedua, berada beberapa ratus meter dari jalur sebelumnya. Setelah menemukan tulisan “Selamat Datang di Tan Sridano”, kami pun berbelok ke arah kiri. Saat kami melewati pos penjagaan, tidak ada petugas yang berjaga sehingga kami tidak perlu membayar tiket masuk. Biasanya, saat libur nasional seperti lebaran dan tahun baru, setiap pengunjung akan dikenai tarif masuk berkisar antara Rp.3000-Rp.5000.
Begitu memasuki kawasan pantai, telah terasa hawa segar hembusan angin laut, begitu juga dengan bau pantai segera tercium. Suara deburan ombak dan teriakan orang memukat ikan terdengar sayup-sayup. Di sepanjang pantai akan ditemui banyaknya kafe dan warung kecil yang beratapkan rimbunnya pohon pinus. Beberapa kafe juga menyediakan lesehan gazebo yang cukup luas, sehingga cocok digunakan untuk tempat bersantai bersama keluarga.
Daya tarik utama dari Pantai Tan Sridano ini adalah lebatnya pohon pinus yang tumbuh di sepanjang garis pantai. Pohon pinus inilah daerah yang paling ikoniknya. Kurang lebih sepanjang 200 meter deretan pohon pinus tersebut memanjang dari utara ke selatan, di tengah-tengahnya diberi jarak sebagai akses keluar masuk menuju surga di tepi pantai ini.
Uniknya lagi, di bagian paling ujung kerumunan pohon pinus tepatnya di arah selatan ada sebuah sungai kecil yang langsung mengalir ke lautan. Sementara itu jika memandang ke arah barat, akan terlihat pulau kecil yang dinamai Pulau Kiabak. Menjelang senja tiba, akan terlihat kilatan cahaya lampu yang berasal dari mencusuar di pulau tersebut.
Kami berjalan melewati kerumunan pohon pinus. Rasanya unik sekali. Jalan yang kami lewati tertutupi oleh daun-daun pinus yang telah gugur, memberi kesan nuansa hutan yang alami. Sayangnya, keindahan pantai dan asrinya hutan pinus tercemar oleh banyaknya sampah plastik yang berserakan di sebagian tempat. Padahal di sepanjang deretan hutan pinus ini telah disediakan bak sampah berwarna merah muda.
Hutan pinus yang ada di pantai ini sudah berumur sepuluh tahun lebih. Rata-rata tinggi pohonnya berkisar 10-15 meter. Pohon pinus tumbuh seperti prajurit yang berbaris rapi. Saat pengunjung berjalan di dalamnya, pohon pinus di kiri kanan akan serasa seperti pengawal yang memberikan penghormatan kepada raja.
Puas berjalan di tengah lebatnya pohon pinus, kami memutuskan berhenti di salah satu kedai dan memesan dua minuman dingin. Kami duduk di salah satu meja yang beratapkan pohon pinus terasa sangat menyejukkan.
“Pantai ini sangat tenteram dengan banyaknya tanaman pinus. Pantainya yang indah membuat suasana hati menjadi sejuk, sangat cocok dijadikan tempat rekreasi,” kata temanku, Ifzil Hadi.
Selesai menikmati minuman dingin, kami beranjak ke tepi pantai. Ada banyak anak-anak yang bermain air, sekumpulan remaja yang tengah berswafoto ria, serta nelayan yang sedang memukat menarik jaring.
Kami pun menuju ke arah selatan, di mana terdapat aliran sungai kecil setinggi lutut dengan airnya yang terasa hangat. Selain menawarkan keindahan pantai dan kerumunan pohon pinusnya yang ikonik, Tan Sridano juga menyediakan mainan bebek-bebek air dengan biaya Rp.15.000 yang hanya dapat digunakan di sungai tersebut.
Hari sudah mulai memerah, namun matahari belum sepenuhnya tenggelam. Sayangnya kami tidak bisa menantikan keindahan sunset di Pantai Tan Sridano karena temanku harus segera kembali ke rumahnya.
Meskipun demikian, Pantai Tan Sridano Taluak sukses memberikan obat alami penghilang suntuk, jenuh, dan stres mengenai urusan kehidupan. Akhirnya, setelah mengambil beberapa foto dengan latar belakang hutan pinus kami pun beranjak pulang.
*) Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas MIPA 2018 Universitas Andalas