Pasang Iklan Disini

Tim PSB Unand Lakukan Peninjauan Infrastruktur Rusak Pasca Gempa Mamuju Majene


Padang, gentaandalas.com- Tim Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Andalas (Unand) yang berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Unand telah sampai di Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) kemarin sore, (4/2/2021). Mereka terdiri dari empat orang yakni Profesor Fauzan selaku pemimpin tim, Febrin Anas Ismail selaku ahli struktur bangunan, Nasir Sonni selaku ahli jaringan, dan Abdul Hakam sebagai ahli bidang Geoteknik.

Kedatangan Tim PSB tersebut dalam rangka membantu pemerintah Provinsi Sulbar pasca gempa di daerah Mamuju dan Mejene, khususnya pada infrastrukur bangunan dan jaringan yang rusak. Hari ini, Jumat (5/2/2021), Tim PSB akan mulai melakukan survei dan sosialisasi mengenai pengalaman menghadapi gempa Sumatera Barat (Sumbar) tahun 2009 lalu, serta melakukan peninjauan bangunan yang rusak baik rumah masyarakat maupun infrastruktur lainnya dan menentukan kategori kerusakan bangunan tersebut.

Mereka juga berkoordinasi dengan pihak Dinas Perumahan Umum (PU) untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat, serta bekerja sama dengan perguruan tinggi lokal, Universitas Sulbar untuk membantu proses peninjauan. Tim PSB Unand juga menjadi tempat bertanya lebih lanjut jika dalam pelaksanaan peninjauan mengalami kendala.

Mereka mulai melakukan peninjauan tersebut pagi ini menuju beberapa bangunan besar yang ada di Mamuju dan dua hari yang akan datang ke Majene. Sejauh ini, dari penuturan Hakam, Jumat (5/2/2021), sudah banyak relawan yang membantu, namun kondisi bangunan dan fasilitas lain masih banyak yang rusak dan belum ada perbaikan. Selain itu, aktivitas harian sudah mulai berjalan meskipun sebagian masyarakat tinggal di tenda karena takut dengan gempa-gempa kecil dan sebagian sudah kembali seperti biasa.

Fauzan selaku ketua tim menyampaikan, bahwa setelah melakukan peninjauan dan menentukan tingkat kerusakan bangunan, selanjutnya akan diberikan metode untuk memperbaiki dan memperkuatnya sesuai dengan standar bangunan tahan gempa. Salah satu contohnya seperti memberikan kawat tanam pada pondasi bangunan, sehingga kekuatan bangunan bertambah. Ia menambahkan, bahwa gedung-gedung yang masih berdiri tidak perlu dirubuhkan melainkan cukup diperkuat, sehingga hal tersebut dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan dan perbaikan berlangsung cepat.

Setelah melakukan peninjauan dan pendataan terhadap kerusakan rumah, data tersebut nantinya diberikan kepada pemerintah sehingga bantuan dapat dicairkan. Menurut Febrin, jika pendataan belum rampung nantinya proses pencairan bantuan akan terhambat. Ia menambahkan, bahwa bantuan pemerintah tidak akan cukup jika memperbaiki rumah secara keseluruhan.

“Kita beri solusi ke masyarakat dengan melakukan penguatan sederhana, sehingga rumah dapat diperbaiki menggunakan biaya murah dan prosesnya cepat supaya masyarakat segera dapat tinggal di dalam rumah lagi dan tidak menambah penyakit baru,” ujar Febrin saat diwawancarai Genta Andalas via telepon, Jumat pagi (5/2/2021).

Ke depannya Febrin berharap, kasus-kasus gempa lainnya yang terjadi tidak memakan korban alias Zero Cassualties. Menurutnya masyarakat dan pemerintah tidak boleh abai dengan mitigasi bencana, dalam hal ini memperkuat bangunan. Masyarakat juga tidak boleh menganggap memperkuat bangunan kegiatan yang sia-sia, meskipun gempa belum terjadi, “Biaya memperkuat ini lebih murah dibanding biaya memperbaiki. Andai saja bangunan roboh dan ada pula korban jiwa tentu lebih mahal lagi,” ujar Febrin.

Febrin berpendapat, tenaganya mahasiswa lokal diperlukan untuk mempercepat investigasi tersebut. “Kalau bisa mahasiswa dilibatkan untuk mengevaluasi bangunan yang rusak. Supaya data evaluasi tersebut dapat segera diberikan kepada pemerintah agar bantuan segera dicairkan,” tambah Febrin.

Senada dengan Febrin, Hakam berharap mahasiswa Unand juga perlu ikut dengan mereka ke Sulbar, namun minimnya respon dari mahasiswa Unand membuatnya sedikit kecewa. “Mahasiswa harus aktif di masa-masa seperti ini. Kita sangat berharap jika ada mahasiswa yang ingin ikut namun sekarang diam-diam saja,” tuturnya.

Hakam juga menyampaikan keluhan dari masyarakat Mamuju bahwa lambatnya penangganan dari pemerintah membuat bantuan dan penanganan lambat tersalurkan. “Apalagi di pengungsian masalah air bersih, sanitasi, makanan, dan lain sebagainya. Seharusnya dalam masa tanggap darurat segera diperbaiki,” tutur Hakam.

Reporter : Elvi Rahmawani dan Fauzan Fajari
Editor: Efi Fadhillah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *