Oleh : Nurul ‘Ain*)
Menjadi seorang barista merupakan tren kekinian untuk meraih eksistensi diri yang positif dan inspiratif di kalangan mahasiswa. Sehingga kebanyakan dari mereka yang bekerja sebagai seorang barista di coffe shop (kedai kopi) merupakan mahasiswa aktif yang bekerja dengan sistem paruh waktu. Eksistensi diri yang didapatkan berupa citra diri yang dikenal serta diakui keberadaannya oleh teman maupun relasi baru dari tempatnya bekerja atau kedai kopi lainnya.
Tren serta eksistensi ini bermula sejak sistem perkuliahan dilakukan secara daring, sehingga mahasiswa mengincar kedai kopi untuk mencari kegiatan lain dikarenakan sistem perkuliahan yang monoton atau untuk mendapatkan penghasilan yang berakhir pada eksistensi diri. Seperti yang dilakukan Aditia Agam Wijaya, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unand angkatan 2018 ini memilih bekerja paruh waktu sebagai barista di Dua Pintu Coffe karena merasa jenuh dengan kegiatan perkuliahan daring.
“Karena merasa jenuh dengan perkuliahan daring makanya ingin mencari kegiatan baru, saya tertarik menjadi seorang barista,” ungkapnya melalui WhatsApp, Sabtu (22/5/2021).
Sementara itu, Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Andalas (Unand) angkatan 2018 Melati Tri Wangi yang bekerja di Parewa Coffe mengungkapkan motivasi terkuatnya untuk bekerja di sebuah kedai kopi untuk menambah pengalaman serta memperluas relasi pertemanan.
“Selain dapat gaji, keuntungan yang paling terasa adalah seperti teman dan relasi baru, serta pengalaman kerja sehingga dapat merasakan perbedaan antara dunia perkuliahan dengan dunia kerja,” tutur Melati.
Melati juga memaparkan bahwa ia memperoleh eksistensi diri saat telah menjadi seorang barista. Melalui eksistensi dia dapat mem-branding diri dan memperoleh citra dirinya sendiri.
*Penulis merupakan Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi 2018 Fakultas ISIP Universitas Andalas