Padang, gentaandalas.com- Universitas Andalas (Unand) mulai tindak tegas Pedagang Kaki Lima (PKL) tanpa izin yang berjualan di lingkungan kampus. Dalam surat peringatan yang dikeluarkan oleh Wakil Rektor (WR) II Unand pada 1 Maret 2022 lalu, sebanyak 23 PKL tanpa izin dagang akan ditertibkan. Hal ini ditujukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan kampus.
Koordinator Umum Unand, Azral mengatakan berdasarkan surat peringatan area dagang yang dilarang diantaranya lorong gedung kuliah, trotoar, taman, dan area parkir. Keberadaan PKL tanpa izin yang berdagang tidak pada tempatnya akan menggaggu keamanan dan ketertiban di lingkungan kampus.
“PKL tersebut dapat mengganggu kenyamanan orang kuliah, di pinggir jalan dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan, serta kebersihan akan terganggu jika ada sampah yang tercecer,” kata Azral saat diwawancarai Genta Andalas, Rabu (2/3/2022).
Sebelum diterbitkannya surat peringatan oleh WR II, Unand telah memberikan teguran secara lisan oleh satuan pengamanan namun tidak diindahkan oleh pedagang. Guna mempertegas aturan, Unand akhirnya membuat surat peringatan.
“Ditembuskan ke Kapolsek, Koramil dengan melampirkan nama PKL tanpa izin,” jelas Azral.
Lebih lanjut, Azral menjelaskan bahwa penertiban PKL tanpa izin juga dapat menjaga pedagang yang telah memiliki izin. Unand juga menetapkan biaya sewa di beberapa area dagang yang memerlukan listrik dan air. “Pedagang Business Center (BC) membayar sewa merasa dirugikan oleh adanya PKL yang tidak memiliki izin dan menjual barang atau makanan yang sama dengan penyewa,” lanjut Azral.
Pembina Keamanan Unand, Kamil mengatakan bahwa untuk menyediakan lokasi dagang baru berupa gedung dan lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit.
“Meskipun banyak lahan kosong di Unand, kita tetap memiliki keterbatasan dalam biaya pembangunan,” kata Kamil.
Pedagang di Bussiness Center (BC), Nelfa merasa terganggu oleh keberadaan PKL tanpa izin yang berdagang dijalanan BC. Nelfa mengatakan mengalami penurunan ekonomi setelah BC tutup selama dua tahun akibat pandemi.
“Saat mulai usaha lagi hanya modal seadanya, dan kerugian akibat barang sudah tidak layak jual juga ada. Sehingga PKL yang menjual barang dagangan sama dengan kami akan merugikan,” jelas Nelfa.
Berbeda dengan Nelfa, Efriani pedagang yang berlokasi di warung belakang Gedung Pusat Bahasa merasa tidak keberatan dengan adanya PKL di area parkir Gedung Pusat Bahasa dan bank.
“Jika merasa terganggu tentu tidak. Kerugian mungkin ada dari omzet yang rendah karena seperti air minum ada yang tidak laku,” jelas Efriani.
Reporter: Efi Fadhillah dan Icha Putri
Editor: Natasya Salsabilla Festy