Oleh Haura Hamidah*)
Baru-baru ini kejadian viral terjadi dari media sosial twitter tentang seorang anak yang mengidap penyakit kelumpuhan otak atau cerebral palsy yang dideritanya. Sebuah akun twitter bernama @andienaisyah membagikan kisah tersebut yang terjadi di CFD (car free day) Jakarta, pada 26 Juni 2022. Pada unggahan tersebut, diceritakan mengenai seorang ibu bernama Santi yang membawa sebuah papan bertuliskan “TOLONG, ANAKKU BUTUH GANJA MEDIS”. Diketahui, ibu Santi memiliki seorang anak, bernama Pika yang mengidap Cerebral palsy. Sebuah kondisi kelainan otak yang sulit diobati dan pengobatan yang dinilai paling efektif menggunakan minyak biji ganja/CBD oil.
Cerebral palsy (CP) adalah kondisi kelainan yang terjadi pada saraf otak dan menyebabkan gangguan pada postur tubuh, sensori dan mempengaruhi kecerdasan seseorang. Penyandang penyakit CP memiliki berbagai gejala yang beragam, tergantung tingkat keparahan penyakit CP yang diderita seseorang. Pada tingkatan yang paling parah, CP dapat menyebabkan kelumpuhan. Namun, gejala yang sering dialami oleh penderita CP ialah mengalami kejang-kejang pada tubuhnya.
Dilansir dari prostem.co.id, setiap tahunnya diperkirakan 1.5 – 4 dari 1000 kelahiran bayi baru lahir menderita CP dan di Indonesia, prevalensinya diprediksi ada 1 – 5 pada setiap 1000 kelahiran bayi menderita CP. Salah satu penderita tersebut adalah anaknya ibu Santi yang bernama Pika. Hingga saat ini, penanganan dari rumah sakit untuk mengatasi penyakit CP adalah dengan terapi bicara, fisioterapi, pemakaian alat bantu, intervensi farmakologis dan prosedur pembedahan.
Selain ibu Santi, sebelumnya dari seorang Ibu bernama ibu Dwi yang dibagikan dari suara.com. Anak Ibu Dwi yang bernama Musa juga mengidap penyakit CP. Selama menjalani perawatan di Indonesia, tubuh Musa menunjukkan perkembangan setelah melakukan terapi. Akan tetapi, Ibu Dwi mengatakan bila tubuh Musa kembali mengalami kejang-kejang, maka kondisi tubuhnya akan kembali seperti sebelumnya. Pada tahun 2016, Ibu Dwi sempat membawa Musa ke Australia dan menjalani pengobatan terapi menggunakan ganja medis. Ibu Dwi menceritakan tentang terapi menggunakan ganja medis terbukti ampuh untuk anaknya Musa yang mengidap CP. Saat anak Ibu Dwi menjalani pengobatan terapi menggunakan ganja di Australia terlihat perkembangan signifikan yaitu tidak mengalami kejang-kejang lagi.
Selain penyakit cerebral palsy yang membutuhkan ganja medis dalam pengobatannya, penyakit Syringomyelia, yaitu penyakit langka yang menyerang sumsum tulang belakang dan menimbulkan rasa sakit tak terkira juga menggunakan ganja medis dalam pengobatannya. Seperti pada kasus pidana Fidelis Ari Sudarwoto dari Kalimantan Barat yang dipenjara sejak 19 Februari hingga 16 November 2017 akibat menanam dan menggunakan ganja sebagai obat untuk istrinya. Fidelis menggunakan ganja untuk mengobati penyakit istrinya, Yeni. Sejak ganja digunakan sebagai obat, kondisi kesehatan Yeni semakin membaik. Akan tetapi, semenjak Fidelis ditangkap, kondisi Yeni semakin memburuk karena tidak ada yang memberikan ganja untuk pengobatannya. Hingga akhirnya, kondisi Yeni kian memburuk dan berakhir meninggal dunia.
Dapat disimpulkan, bahwa berbagai penyakit langka yang sulit untuk diobati rupanya dapat disembuhkan dengan menggunakan terapi ganja medis. Meskipun, penelitian secara pasti dan mendalam belum menunjukkan adanya penggunaan ganja medis sebagai obat yang paling ampuh dalam pengobatan CP atau pengobatan lainnya. Namun, telah ada yang membuktikan terapi menggunakan ganja medis terbukti ampuh. Seperti kasus ibu Dwi yang memberikan anaknya terapi ganja medis selama di Australia dan kasus Fidelis. ,Kisah pilu penderita penyakit langka kurang mendapatkan penanganan yang baik dari pemerintah Indonesia. Terhalang dengan aturan hukum yang berlaku terhadap ganja sebagai narkotika golongan I, membuat orang-orang yang mengalami penyakit langka akan mengalami penderitaan terus menerus. Selain itu, tenaga kesehatan juga tidak bisa memberikan ganja sebagai obat secara bebas, karena terhalang hukum yang berlaku.
Sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan UU mengenai pelegalan ganja medis. UU narkotika seperti UU Nomor 35 tahun 2009 hanya mengatur tentang ketersediaan narkotika dalam keperluan penelitian dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mencegah adanya penyalahgunaan narkotika dan melakukan rehabilitas bagi pecandu dan penyalahgunaan narkotika. Ganja dalam keperluan medis sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Dengan melakukan pembaharuan dan revisi UU Nomor 35 tahun 2009 tersebut. Selain itu, diperlukan juga pengkajian secara mendalam dalam segi hukum dan segi kesehatan terkait ganja medis tersebut. Pengujian secara mendalam menjadi bagian penting dalam pengkajian ganja medis di Indonesia. Menilik hal tersebut, diperlukan waktu yang cukup lama. Sementara para pasien yang memerlukan ganja medis tidak bisa menunggu sampai waktu yang tidak diketahui dan dipastikan tersebut.
Penanganan penyakit CP di Indonesia saat ini adalah dengan mengandalkan berbagai terapi dan obat-obatan. Dilansir dari kompas.com, menurut Ahli penyakit dalam sekaligus chairman Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr Andi Khomeini Takdir pengobatan CP tidak bisa dengan hanya mengandalkan satu modalitas terapi. Selain itu, beliau menambahkan beberapa obat dapat digunakan untuk CP, baik obat-obatan sintetik maupun obat herbal. Akan tetapi, masih dibutuhkan riset yang mendalam terkait obat-obatan tersebut.
Penanganan di Indonesia yang menggunakan berbagai macam terapi dan obat-obatan terbukti belum ampuh untuk menyembuhkan penyakit langka tersebut. Dengan biaya yang tidak sedikit dan menjalani pengobatan yang terus menerus, tentunya ini akan sangat memberatkan keluarga pasien. Terutama, jika pasien berasal dari keluarga yang tidak mampu. Selain itu, jika pemerintah dapat menyegerakan pelegalan ganja di Indonesia, maka pengobatan alternatif menggunakan ganja dapat dilakukan. Dan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan nantinya akan jauh lebih berkurang disbanding melakukan terapi yang terus menerus.
Pelegalan penggunaan ganja sebagai keperluan pengobatan sudah seharusnya segera dilegalkan oleh pemerintah Indonesia. Jika legalisasi penggunaan ganja medis di Indonesia tidak kunjung mendapatkan lampu hijau, hal ini dapat merugikan semakin banyak pihak. Terutama, para pengidap penyakit langka tersebut. Mereka harus menahan sakit yang berkepanjangan dan tidak tahu kapan penderitaan tersebut akan berakhir. Dengan ini, legalisasi ganja dalam penggunaan medis sudah seharusnya diatur dan dilegalkan dalam perundang-undangan.
Negara tetangga Indonesia yaitu Thailand telah dahulu mengambil langkah berani dengan melegalkan ganja di negaranya. Thailand telah melegalkan ganja sebagai keperluan medis pada tanggal 9 Juni 2022. Langkah yang diambil Thailand untuk melegalkan ganja di negaranya sebagai keperluan medis dan menerapkan sanksi pada yang menyalahgunakan untuk mengonsumsi ganja untuk keperluan lainnya. Langkah ini seharusnya bisa menjadi contoh bagi Indonesia dalam melegalkan ganja untuk keperluan medis.
Jika Indonesia melihat dan menilai ganja sebagai barang yang membuat kecanduan dan lebih banyak mudarat yang terkandung, maka penerapan aturan yang tegas dalam aturan UU pelegalan ganja medis dapat diterapkan sebagai solusi. Dengan menerapkan sanksi pidana dan denda bagi masyarakat yang mengonsumsi ganja dengan tujuan selain kepentingan pengobatan seperti untuk kesenangan semata. Dengan adanya revisi UU Nomor 35 tahun 2009 dan penerbitan aturan baru terkait pelegalan ganja medis di Indonesia, diharapkan permasalahan yang dialami seperti Ibu Santi dan anaknya Pika dapat segera terselesaikan. Agar para pasien yang mengidap cerebral palsy dapat segera diobati dan tidak perlu menjalani berbagai macam terapi lainnya yang terbukti hanya dapat menyembuhkan sementara.
*)Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas