(Ilustrator/Kerina Jefani)

Oleh: Haura Hamidah*

Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) didominasi oleh suku Minangkabau sebagai mayoritas penduduknya. Suku Minang tidak hanya memiliki keanekaragaman dalam bidang kulinernya saja. Melainkan juga terkenal dengan budaya Minang dan adat istiadatnya yang menjunjung tinggi perempuan. Kebudayaan Minangkabau yang secara genealogi menggunakan sistem kekerabatan matrilineal yang mengikuti garis keturunan ibu atau lebih dikenal dengan matriakat. Setiap perempuan di dalam budaya Minang adalah calon Bundo Kanduang bagi keluarganya. Oleh sebab itu, terdapat aturan sosial yang mengatur perempuan Minang dalam beretika. Aturan tersebut bernama “Sumbang Duo Baleh.”

Sumbang Duo Baleh adalah kode etik dalam kebudayaan Minang yang mengatur perempuan Minang dalam bersikap di depan umum. Adanya sumbang duo baleh bertujuan agar perempuan Minang dapat terjaga dari perbuatan yang janggal. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Sutan Palimo, dari Jorong Culandai, Banuhampu, Kabupaten Agam, Bukittinggi “Sumbang duo baleh adalah kode etik dalam menjaga pergaulan dan tata tertib perempuan Minang. Sumbang duo baleh ditujukan pada perempuan Minang disebabkan karena perempuan Minang akan menjadi calon bundo kanduang dan dalam Minang itu mengikuti garis keturunan ibu atau matriakat,” tutur Sutan Palimo, Jumat (17/06/2022).

Sumbang sendiri memiliki arti sebagai ucapan, perilaku, dan pergaulan. Artinya, suatu perilaku, ucapan, dan pergaulan yang berpotensi mengundang kecurigaan, kecemburuan, atau ketersinggungan yang dapat menimbulkan perbuatan yang janggal. Sumbang duo baleh memiliki 12 kategori dalam budaya Minangkabau. Kategori itu berupa, sumbang duduak (duduk), sumbang tagak (berdiri), sumbang jalan, sumbang kato (kata), sumbang caliak (lihat), sumbang makan, sumbang pakai, sumbang pakai, sumbang karaho (kerja), sumbang tanyo (tanya), sumbang jawek (jawab), sumbang gaua (gaul), dan sumbang kurenah (gaya).

Perbuatan sumbang duo baleh diterapkan dalam kehidupan sehari-hari perempuan Minang dan telah diajarkan di dalam keluarga sejak kecil. Perbuatan sumbang duo baleh dapat dicontohkan pada dua orang lawan jenis yang duduk atau berjalan di tempat sepi. Perilaku tersebut termasuk perbuatan “sumbang” dan berpotensi terseret ke perbuatan salah atau janggal seperti perzinaan. Jika hal itu terjadi, maka telah terjadi perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan hukum pidana.
Aturan adat berupa kode etik sumbang duo baleh ini diajarkan pada setiap perempuan Minang dalam keluarganya. Adanya kode etik sumbang duo baleh dalam kebudayaan Minang disebabkan bahwa adat Minang yang bersifat mencegah perbuatan buruk dan janggal sebelum terjadi.

“Adat Minangkabau bersifat persuasif-antisipatif. Adat Minangkabau tidak hanya melarang dan mencela perbuatan salah tetapi mencegahnya sejak sebelum perbuatan salah itu terjadi,” tutur Hasanuddin Datuk Tan Patih yang merupakan salah satu dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unand, Senin (06/06/2022).

Kebudayaan sumbang duo baleh masih terjaga kelestariannya di kalangan masyrakat Minang saat ini. Sumbang duo baleh masih dilestarikan dan dijalankan di masyarakat Minang secara umum. Terlebih khusus di kampung adat, sumbang duo baleh masih digunakan. Seperti kampung adat Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Batu Sangkar. Kebudayaan Sumbang duo baleh masih terlaksana. Akan tetapi, tidak semua masyarakat Minang saat ini masih melestarikan kebudayaan asli Minang ini. Disebabkan dengan kemajuan zaman yang membuat kebanyakan masyarakat sudah mulai tidak melestarikan lestari tersebut.

Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here