Pasang Iklan Disini

Mengapa Korban KDRT Mudah Kembali dan Memaafkan Pelaku?


(Ilustrator/Nabila Annisa)

Oleh: Muhammad Rivaldo*

Belakangan ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali hangat dibicarakan masyarakat. Hal ini semakin menjadi momok pembicaraan, setelah pasangan publik figur yang terlihat harmonis di depan khalayak ternyata memiliki kondisi rumah tangga yang berbanding terbalik dengan imej yang ditunjukkan. Sang istri melayangkan gugatan kepada pihak kepolisian karena KDRT yang dilakukan suaminya. Hal ini menjadi sorotan bagi masyarakat dan mengecam suami atas tindakan yang telah diperbuat. Namun hal lain yang mengejutkan, setelah beberapa minggu gugutan di terima kepolisian, sang istri menarik gugatan dengan alasan memaafkan dan menerima kembali sang suami.

Kembalinya korban ke pelaku tindak kekerasan tentunya membuat khalayak geram dan kebingungan. Terutama sudah banyak dorongan kepada korban untuk pergi dan melaporkan pelaku kepada pihak yang berwenang. Tentu menjadi suatu pertanyaan bagi banyak orang mengapa korban KDRT tidak meninggalkan pelaku begitu saja.

Memahami hal tersebut, psikolog menjelaskan bahwa kelangsungan hidup dalam kekerasan atau pelecehan dalam rumah tangga lebih rumit dari apa yang terlihat. Keputusan korban untuk kembali kepada pelaku yang nampaknya berbahaya dan bodoh ini dipengaruhi oleh kondisi psikologis korban yang sudah terganggu dan sudah termanipulasi oleh pelaku.

Biasanya pelaku KDRT tidak hanya melakukan kekerasan secara fisik saja, namun melakukan kontrol koersif. Mempengaruhi sikap korban bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan merupakan hal yang lazim. Sehingga kekerasan yang terjadi terus menerus dilakukan pelaku dapat diterima oleh korban tanpa adanya perlawanan atau meninggalkan pelaku.

Ada tiga fase siklus yang terjadi dalam KDRT. Tiga fase ini umum terjadi kepada korban kekerasan yang selalu kembali kepada pelaku kekerasan. Fase pertama ialah fase ambang kemarahan. Pada fase ini, perseteruan kecil baru terjadi, selisih paham antara pasangan ini membuat kondisi rumah tangga sedikit terguncang.

Dilanjutkan kepada fase kedua, yakni fase puncak dari ketegangan yang terjadi. Pelaku melakukan kekerasan kepada korban. Pelaku akan menyerang korban secara fisik, meskipun hal ini juga dapat mempengaruhi psikologis korban. Korban akan merasa tidak memiliki harga diri atas tindakan yang ia terima.

Fase terakhir, yakni pelaku mencoba meminta maaf atau berjanji kepada korban akan berubah menjadi lebih baik lagi. Berbagai hal dilakukan oleh pelaku agar korban setuju dan kembali setelah ketegangan yang terjadi. Setelah korban setuju untuk kembali, tentunya siklus KDRT akan kembali. Fase terakhir merupakan fase yang paling berbahaya. Korban akan merasa pelaku mengakui kesalahannya dan ingin mengubah sikapnya kepada korban. Namun, hal ini akan menjadi bualan, pelaku akan tetap melakukan kekerasan. Satu-satunya cara untuk mengakhiri KDRT hanyalah dengan meninggalkan pelaku.

Korban KDRT bukanlah orang yang lemah. Pikiran korban hanya dimanipulasi pelaku agar tetap berada disekitarnya. Sehingga korban merasa bergantung kepada pelaku. Dalam kondisi ini satu-satu penolong sehingga dapat menyadarkan korban adalah orang terdekat dari korban, yakni keluarga dan juga teman.

Hal terbaik yang dapat dilakukan orang terdekat untuk membantu korban KDRT adalah dengan mendengarkan mereka. Mungkin pelaku mencoba mengisolasi dan membuat korban merasa sendirian. Menjadi seorang pendengar yang reseptif dapat membuat korban menganalisis keadaannya dan membuat strategi untuk keluar dari kondisi tersebut.

Selain mendengarkan dan memahami keadaan yang terjadi pada korban, sebagai orang terdekat tawarkanlah bantuan kepada korban. Yakni memberikan dorongan kepada korban untuk bergaul dengan orang terdekat lainnya. Hal ini dapat membuat korban merasa ia memiliki dukungan tanpa bergantung pada pelaku. Selain itu, membawa korban untuk bercerita kepada orang yang lebih profesional pun dibutuhkan agar psikologis yang terganggu bisa kembali pulih.

*Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Editor: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *