Padang, gentaandalas.com- Setiap berhubungan dengan orang lain, perselisihan pasti pernah terjadi karena pada dasarnya setiap orang di dalam suatu hubungan tidak selalu memiliki pemahaman yang sama. Kenyataannya menyatukan kedua kepala dengan pemahaman yang berbeda adalah suatu hal yang sulit. Meskipun begitu, bukan berarti perselisihan ini dapat berkembang menjadi hubungan yang sifatnya menghancurkan dan tidak sehat (toxic relationship) .
Pada beberapa kasus, seringkali terjadi kondisi di dalam hubungan ketika korban dalam hal ini seorang perempuan tidak mampu memenuhi ekspektasi pasangannya, lalu pasangannya akan tersulut emosi yang dapat memicu terjadinya kekerasan fisik maupun kekerasan mental. Akan tetapi, meski kekerasan ini sudah sering terjadi kepada perempuan tersebut, tetap saja ia masih bertahan dengan hubungan yang sudah tidak sehat itu. Lalu bagaimana peran kita sebagai orang terdekat korban untuk mengeluarkannya dari hubungan yang tidak sehat itu? (Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak)
Narasumber: Rahmi Meri Yanti*)
Jawaban:
Bagaimana cara kita menyadarkan korban yang merupakan orang terdekat kita untuk keluar dari toxic relationship?
Tentunya hal pertama yang dapat kita lakukan dengan kasus seperti ini yaitu dengan selalu menyadarkan dan mengingatkannya kembali bahwa hubungan yang dijalaninya bukanlah sesuatu yang baik untuk dipertahankan. Sadarkan dirinya bahwa jika hubungan itu tetap terus berlanjut ke jenjang yang lebih serius seperti pernikahan, bukannya tidak mungkin kejadiannya akan lebih parah dari apa yang dialaminya sekarang. Kebiasaan untuk melakukan kekerasan itu bukanlah sesuatu yang dapat dihilangkan dengan mudah. Kita sebagai orang terdekatnya juga jangan pernah bosan untuk mengingatkan dan menemaninya. Ketika kita sudah berusaha untuk mengingatkannya tetapi dia masih saja berada pada hubungan yang tidak sehat itu, jangan pernah bosan dan tetaplah menjadi teman baginya untuk berbagi keluh kesah. Dalam beberapa kasus yang sering ditemui, seringkali korban diancam oleh pasangannya jika ia ingin mengakhiri hubungan tersebut. Ancaman ini juga dapat menjadi penyebab mengapa beberapa korban masih tetap berada dalam hubungan tersebut.
Kasus ketika seorang korban sulit untuk keluar dari hubungan yang telah melibatkan kekerasan bukanlah sesuatu yang baru. Saya juga pernah bertemu dengan seorang perempuan yang telah melaporkan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), tetapi ia memilih untuk kembali ke pasangannya. Namun, setahun kemudian dia melapor lagi dengan kasus yang sama. Artinya, kita tetap harus sabar dan membantu korban agar mampu keluar dari lingkaran setan tersebut.
Apa saran yang dapat diberikan kepada korban agar mampu keluar dari toxic relationship?
Jangan takut untuk memberi perlawanan kepada pasangan yang sudah berbuat kekerasan kepada kita. Bentuk perlawanan yang dapat dilakukan pun tidak senantiasa dalam bentuk kekerasan ataupun berkata kasar. Ketika pasangan sudah melakukan kekerasan fisik, berusahalah untuk kabur dan cari orang lain yang dapat membantu. Akan tetapi, jika korban merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk memberi perlawanan sendiri dengan keadaan yang terus berulang, berusahalah untuk mencari bantuan. Dapat dimulai dari orang terdekat, jika tidak korban dapat mendatangi pusat pelayanan yang memberikan bentuan hukum untuk menindaklanjuti tindakan yang dilakukan oleh pasangan. Kemudian, sadarkan diri bahwa hubungan yang telah melibatkan kekerasan di dalamnya bukanlah suatu hubungan yang pantas untuk dipertahankan karena dapat berdampak dalam jangka panjang, baik kepada fisik maupun mental korban.
Bagaimana upaya yang dapat dilakukan korban ketika pasangannya mengancam akan melukai dirinya sendiri jika korban berusaha untuk mengakhiri hubungan mereka?
Jangan pedulikan ancaman tersebut karena pada kenyataannya yang terluka sekarang adalah korban. Pada hubungan yang didominasi oleh laki-laki, perempuan sering menjadi korban kekerasan yang terkadang membuat mereka merasa tidak berdaya untuk melawan. Ketika hubungan sudah bersifat merusak, jangan pertahankan lagi hubunga tersebut demi kebaikan dan kesehatan fisik dan mental korban.
*)Narasumber merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Woman Crisis Center Nurani Perempuan