Pasang Iklan Disini

Komunitas Permainan Tradisional Sebagai Pencegah Phantom Vibration Syndrome


(Ilustrator/Nabila Annisa)

Oleh: Adi Prayoga*

Sebagai pengguna telepon genggam untuk keperluan kegiatan sehari-hari, tentu kita mungkin pernah merasakan telepon genggam bergetar atau berdering yang pada kenyataannya sedang tidak aktif. Faktanya, tidak ada notifikasi, getaran, maupun suara panggilan yang masuk. Fenomena tersebut merupakan suatu sindrom yang timbul akibat kecanduan digital yang disebut dengan phantom vibration syndrome.

Dikutip dari KlikDokter.com, phantom vibration syndrome merupakan suatu keadaan seperti merasakan telepon genggam bergetar atau berdering padahal kenyataannya tidak. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai halusinasi akibat penggunaan telepon genggam. Sebuah penelitian di Georgia Institute Of Technology menemukan perubahan tingkah laku akibat penggunaan telepon genggam. Sebanyak 9 dari 10 orang mengalami phantom vibration syndrome saat telepon genggam disimpan di saku pakaian.  Sindrom ini juga dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan.

Khlaiwi (2012) menyebutkan bahwa phantom vibration syndrome dapat menimbulkan sakit kepala, peningkatan kecerobohan, dan sering terjadi kelupaan pada diri individu. Saat sindrom ini terjadi, saraf kita seolah sudah diatur untuk merespons getaran telepon genggam demi sebuah penghargaan semu ala media sosial.

Peristiwa ini dapat menyebabkan seseorang memeriksa telepon genggamnya secara berkala dan tidak menutup kemungkinan di situasi yang dapat membahayakan fisik seperti mengendarai kendaraan atau saat menyeberang, serta hilangnya kesadaran waktu sehingga mengganggu produktivitas individu. Sindrom ini jika dibiarkan saja dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti kecemasan dan hilangnya fokus. Alangkah baiknya jika kita dapat membentengi diri dari sindrom ini.

Ada berbagai macam hal yang dapat kita lakukan untuk menahan diri agar tidak berlebihan dalam menggunakan telepon genggam. Salah satunya yaitu dengan mengikuti komunitas, salah satunya komunitas Traditional Games Return (TGR) yang bergerak dibidang permainan tradisional. TGR merupakan salah satu komunitas sosial yang tepat untuk mencegah phantom vibration syndrome dengan memanfaatkan permainan tradisional sembari melestarikannya.

Komunitas TGR bermaksud untuk mensosialisasikan permainan tradisional kepada masyarakat, melestarikan permainan tradisional, serta mengembalikan antusiasme anak-anak Indonesia untuk kembali bermain permainan tradisional di era modern ini. Salah satu permainan yang sangat digemari banyak orang adalah petak umpet. Permainan masa kecil yang sangat melekat dengan kepribadian kita. Lewat permainan ini, kita dapat berinteraksi langsung dengan banyak orang dan dapat membuat kita jauh dari penggunaan telepon genggam saat permainan berlangsung. Tidak hanya petak umpet, masih banyak permainan tradisional lainnya yang dapat membuat kita jauh dari penggunaan telepon genggam. Kurangnya penggunaan telepon genggam dapat membuat sifat kecanduan tersebut berkurang.

Inilah alasan kenapa dengan mengikuti Komunitas TGR (Traditional Games Returns) menjadi langkah yang tepat dalam mencegah phantom vibration syndrome. Komunitas ini mengajak kita untuk berkarya, bersuara, dan berbudaya dalam isu permainan tradisional. Kita diajak untuk bertemu banyak orang sembari bermain. Hal itu dapat memberikan kita peluang dalam mengurangi penggunaan telepon genggam sehingga kita dapat menjauhi barang itu sejenak.

Melalui komunitas ini pula bermacam hal tentang permainan tradisional dapat ditemukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi dampak negatif dari telepon genggam itu sendiri. Semua pihak dapat berperan dalam memerangi kecanduan telepon genggam ini. Tentu peran mahasiswa sebagai agent of behaviour of change juga diharapkan dapat menjembatani masyarakat dalam mengubah pola stigma. Perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri sebagai fasilitator untuk menjaga kestabilan energi dan kesehatan mental pada nuansa dini.

*Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian Universitas Andalas

Editor: Asa Alvino Wendra

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *