Oleh: Aisyah Luthfi*
Film animasi Jepang berjudul Suzume no Tojimari baru-baru ini berhasil menarik perhatian penonton bioskop di Indonesia. Bahkan, dilansir dari orbitindonesia, hari ke empat penayangannya saja sudah berhasil menarik penonton sebanyak 200.000 orang. Film ini merupakan karya Makoto Shinkai, orang yang sebelumnya berhasil meraup keuntungan sebesar $382 juta lewat anime Kimi no Nawa. Makoto Shinkai terkenal dengan karya-karyanya yang memiliki visual yang indah, termasuk film Suzume no Tojimari ini. Mengenai visual, penonton tidak perlu khawatir akan kualitas visual film ini. Penonton akan dimanjakan dengan animasi yang indah serta kisah unik dengan selipan trime traveler khas Makoto Shinkai. Suzume no Tojimari bergenre Fantasi dan petualangan.
Film ini diawali dengan pengenalan tokoh utamanya, seorang siswi SMA kelas 2 yang bernama Suzume Iwato. Ia bermimpi bertemu dengan “ibunya” yang telah meninggal. Sontak mimpi tersebut langsung membuatnya terbangun dari tidur dan langsung berangkat menuju sekolah menggunakan sepeda. Saat dalam perjalanan, ia berpapasan dengan seorang lelaki misterius yang memiliki wajah tampan. Lalu, lelaki misterius tersebut bertanya kepada Suzume mengenai reruntuhan terbengkalai di desa terpencil tersebut. Pertanyaan lelaki misterius itu membuat Suzume penasaran dan memilih untuk pergi menuju reruntuhan tersebut ketimbang pergi sekolah.
Saat Suzume menemukan reruntuhan tersebut, ia melihat sebuah pintu. Ia membuka pintu tersebut dan pemandangan langit gelap penuh bintang di seberang pintu membuatnya bingung. Ditengah kebingungannya, ia secara spontan dan tidak sengaja mengangkat kunci pintu tersebut yang berbentuk batu menyerupai kucing. Batu tersebut lalu tiba-tiba hidup menjadi kucing bernama Daijin. Kunci pintu yang tidak sengaja diangkat oleh Suzume membuat pintu tersebut terbuka dan mengeluarkan cacing raksasa dari dunia lain yang kemudian menjadi penyebab gempa bumi. Cacing ini juga bisa menyebabkan bencana besar bahkan kehancuran bagi dunia. Menyadari kecerobohannya tersebut, Suzume kemudian melihat lelaki misterius yang ia temui tadi sedang berusaha menutup pintu asal cacing penyebab gempa keluar. Saat berkenalan dengan Suzume, Daijin tiba-tiba mengutuk Souta menjadi kursi anak-anak.
Tidak terima dengan kutukan Daijin, Souta yang telah menjadi kursi lalu mengejar Daijin. Suzume lalu mengejar mereka hingga masuk ke kapal dan berlayar sampai ke kota lain. Kapal tersebut lalu membawa mereka berkelana dari satu kota ke kota lainnya hingga akhirnya sampai di Tokyo. Saat dalam perjalanannya dari kota ke kota, terjadi suatu tragedi hingga Souta terjebak di ever after, sebuah tempat orang yang telah meninggal berada. Kemudian perjuangan Suzume untuk mengunci kembali cacing penyebab bencana serta mengembalikan Souta kembali menjadi manusia berlanjut. Ada beragam tantangan dan hambatan yang dialami Suzume saat melakukan petualangannya tersebut. Tentu saja Suzume harus berusaha menutup kembali pintu yang menyebabkan cacing penyebab bencana keluar agar dapat mencegah terjadinya bencana.
Alur yang ditawarkan film ini tergolong cukup cepat sehingga terkesan terburu-buru dalam penyampaian konflik. Hal ini juga menyebabkan beberapa tokoh kurang berkesan terhadap penonton. Akan tetapi, film ini tetap dapat dinikmati karena animasinya yang memukau. Mata penonton akan dimanjakan dengan keindahan-keindahan kota Jepang , mulai dari pencahayaan kota, pelabuhan, pegunungan, dan suasana kota yang berhasil diracik dengan sangat apik oleh Makoto Shinkai. Penonton akan dibuat seolah-olah merasakan suasana kota yang ditawarkan di film ini. Tidak hanya itu, musik yang mengiringi film ini akan membuat penonton terbawa suasana film.
Sepanjang menonton film yang berdurasi 122 menit ini, penonton tidak akan pernah bosan sebab akan ada lelucon-lelucon menggelitik yang akan memancing gelak tawa penonton. Perasaan bahagia, sedih, hingga marah akan dirasakan penonton sepanjang menonton film. Makoto Shinkai berhasil menyambungkan perasaan penonton dengan perasaan tokohnya. Film ini juga mempunyai nilai hidup yang baik bahwa kita harus terus mengambil langkah dalam kehidupan ini, tidak terikat masa lalu, dan tidak boleh ragu untuk melangkah. Bahkan, film ini dapat disebut sebagai “penyembuh” dari sibuknya rutinitas. Suzume no Tojimari sangat cocok ditonton oleh orang yang mencari pelarian dari kesibukan sehari-hari, sebab visual, musik, dan ceritanya akan membuat penonton tenggelam dalam alur film garapan Makoto Shinkai ini.
Selamat menonton!
*Penulis merupakan mahasiswa Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas