Pasang Iklan Disini

Bagadang Basamo, Tradisi Pererat Tali Silaturahmi di Hari Besar Keagamaan


(Dok. Pribadi)

Oleh: Zahra Nurul*

Sumatra barat memiliki kebudayaan yang tak ada habis habisnya, mulai dari kelezatan kuliner yang mendunia, kesenian, kebiasaan, adat, dan pesona alam minangkabau lainnya yang beragam. Beragamnya kebudayaan yang masih bertahan hingga masa kini tentunya dipengaruhi oleh masyarakat minangkabau yang masih menjaga tali silaturahmi antar sesama baik dengan kerabat, sanak saudara, tetangga, maupun teman.

Momen hari perayaan besar baik agama maupun adat kerap kali dimanfaatkan untuk menjalin silaturahmi menjaga kerukunan dan keharmonisan sesama. Berbagai tradisi yang dilakukan oleh masyarakat untuk memeriahkan perayaan hari besar, seperti halnya kebiasaan bagadang basamo yang dilakukan masyarakat Kampung sago, Kelurahan Ngalau, Kota Padang Panjang dalam rangka memeriahkan perayaan hari Raya Idul Adha.

Bagadang basamo yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat merupakan bentuk perayaan pada hari besar. Para perantauan kembali pulang ke kampung halaman dan ikut membersamai kegiatan masyarakat kampung. Kebiasaan ini merupakan  kesempatan untuk kembali bergabung bersama membangun tali silaturahmi dan mengakrabkan diri setelah kesibukan pekerjaan di perantauan.

Bagadang basamo biasanya dilakukan setelah rangkaian acara penyembelihan hewan kurban oleh para pemuda dan bapak-bapak di daerah setempat. Sambil menunggu proses pemotongan dan pembersihan daging kurban, para perempuan akan bekerja di dapur bersama, yang didirikan dengan cara gotong royong oleh pemuda kampung satu hari sebelumnya yang biasanya terletak di samping halaman surau. Para perempuan akan mempersiapkan peralatan masak dan bahan-bahan masak berupa rempah-rempah yang diperlukan untuk mengolah daging. Daging yang dimasak merupakan pembagian daging yang diberikan secara sukarela oleh para peserta kurban untuk dinikmati bersama-sama sebagai wujud rasa syukur dan menjalin silaturahmi.

Seorang warga yang ikut membersamai acara bagadang basamo, Sasmita mengungkapkan bahwa tradisi bagadang basamo ini awalnya ditujukan untuk masyarakat yang sudah bekerja sama dalam proses penyembelihan kurban.

 “Bagadang basamo atau makan bersama awalnya dikhususkan untuk orang-orang yang sudah bekerja sama dalam proses penyembelihan hewan kurban, tradisi kemudian berlanjut sampai sekarang. Acara ini merupakan acara rutin yang dilakukan warga kampung pada perayaan hari raya idul adha dan hari hari besar lainnya, biasanya acara ini juga dimeriahkan dengan khatam Al-Qur’an,” ungkap Sasmita saat diwawancarai Genta Andalas, Rabu (28/6/2023).

Selain untuk menjalin tali silaturahmi, bagadang basamo juga membangun rasa gotong royong para warga kampung dalam mempersiapkan acara ini. Satu hari sebelum acara, pemuda kampung bekerja sama untuk mendirikan tenda memasak dan membersihkan area sekitar yang digunakan untuk penyembelihan hewan kurban. Lalu, mereka akan berkeliling mengumpulkan sumbangan beras yang diberikan warga secara sukarela dari rumah ke rumah.

“Peran pemuda pemudi sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan acara ini. Mulai dari mendirikan dapur, tenda, mengumpulkan beras, ikut serta dalam penyembelihan hewan, dan menghibur dengan menghadirkan permainan yang melibatkan kekompakan masyarakat,” lanjut Sasmita.

Setelah proses memasak selesai, nasi dibungkus lalu diberikan kepada setiap masyarakat yang sudah ada di sana. Setelah itu, masyarakat akan mengantri untuk menambahkan sambal dan mengambil posisi untuk makan bersama-sama di dalam surau. Makan bersama atau bagadang basamo biasanya dipimpin oleh tetua atau orang yang dituakan di kampung diikuti dengan pemuda kampung.

Dengan kemajuan zaman, acara makan bersama (bagadang basamo) seperti ini sudah mulai jarang dilakukan dan ditemui keberadaannya. Generasi muda memegang peran penting terhadap kelestarian budaya tradisi daerah agar tidak hilang dimakan waktu dan terjajah oleh kebudayaan asing. Bagadang basamo harus terus dilestarikan sebagai wadah untuk mempererat hubungan antar sesama masyarakat kampung dan menjaga kerukunan antar sesama masyarakat.

*)Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Andalas

Editor: Bilqis Zehira Ramadhanti Ishak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *