Oleh: Aprila Aurahmi*
Selain memiliki beragam pesona pada wisata alam dan kulinernya, Sumatra Barat (Sumbar) juga memiliki beragam wacana kebudayaan yang mampu menjadi daya tarik. Wacana kebudayaan tersebut dapat berupa cerita rakyat, legenda, maupun mitos yang kerap beredar di antara masyarakat. Salah satu mitos yang melekat bagi masyarakat Minangkabau adalah mitos hantu pemakan janin dan bayi. Mitos ini berkembang di hampir setiap daerah di Sumbar dan dikenal dengan nama palasik.
Palasik merupakan sebuah kepercayaan yang berkembang di dalam masyarakat Minangkabau. Mayoritas masyarakat Minangkabau memiliki kepercayaan bahwa, palasik merupakan sebuah praktik dari ilmu hitam. Palasik dilakukan oleh lelaki maupun perempuan demi mendapatkan sesuatu seperti materi, keabadian, maupun kehormatan. Setiap daerah memiliki versi cerita yang berberda akan mitos palasik tersebut. Seperti daerah di Pasaman Barat, palasik dikenal sebagai orang yang menjelma sebagai makhluk halus atau dikenal juga dengan sebutan ubilih atau bilih.
Ubilih atau bilih adalah sebutan hantu di Pasaman Barat. Wujud dari ubilih palasik dari Pasaman Barat hanya dapat dilihat saat malam hari. Pada waktu siang hari, wujudnya akan menjelma menyerupai selayknya manusia biasa. Lalu, pada malam hari, wujudnya akan berubah menjadi ubilih yang hanya memiliki kepala dengan bagian ususnya saja. Wujud dari ubilih palasik ini memiliki kesamaan mitos dengan beberapa daerah di Indonesia. seperti di Kalimanta terdapat kuyang, di Manadi ada suanggi dan di Kalimantan Selatan ada anak sima.
Ninik Mamak dari Nagari Lingkuang Pasaman Barat, Yasrizal mengungkapkan bahwa palasik ini sangat ditakuti oleh para ibu-ibu yang sedang mengandung maupun yang telah mempunyai bayi. Dikarenakan, pada siang hari palasik memiliki wujud seperti manusia yang mampu mengecoh para ibu-ibu. “Tidak hanya dari bentuknya, saat siang hari palasik ini juga memiliki sikap layaknya manusia pada umumnya, sehingga membuat takut,” kata Yasrizal, Rabu (28/6/2023).
Palasik mengincar janin, bayi yang baru lahi dan pada beberapa kasus juga terdapat balita yang terkena palasik. Palasik tidak secara gamblang memakan bayi-bayi tersebut. Ia pada dasarnya mengambil jiwa sang bayi. Jika janin yang terkena, ketika lahir akan mengalami cekung berlebihan pada area atas tengkorak kepala. Berbeda halnya dengan bayi ataupun balita, mereka akan sakit seperti panas tinggi sampai diare yang tidak masuk akal kemudian perlahan-lahan meninggal dunia.
Ibu-ibu di Pasaman Barat percaya, bahwa palasik di siang hari jauh lebih susah untuk dihindari. Sebab, wujud dan sikap mereka yang selayaknya manusia, seperti berjalan, bertamu, maupun berdagang. Seorang ibu dari Pasaman Barat, Fitri Susanti menuturkan bahwa palasik ini memiliki cara kerja dengan mendekati ibu yang sedang hamil maupun yang telah melahirkan. Kemudian, mereka akan datang mendekati sang ibu sambil beramah-tamah untuk menyentuh sang bayi.
“Palasik ini paling susah dihindari saat siang hari. Karenanya, jika ada yang bertamu, harap suami atau kerabat yang menemui terlebih dahulu,” tutur Fitri.
Bila balita maupun janin telah terkena palasik, biasanya keluarga akan membawa bayi ke dukun atau tetua adat. Untuk dapat dilakukan alternatif penyembuhan yang jauh lebih efektif. Akan tetapi, pada umumnya jarang adanya bayi yang selamat bila telah terkena palasik. Oleh sebab itu, mencegah datangnya palasik ini lebih efektif untuk dapat dilakukan.
Para ninik mamak beserta jajaran tetua adat membuat sebuah penangkal yang dapat mencegah ibu hamil maupun bayi yang baru lahir terkena palasik yang dikenal sebagai dasun, Dasun memiliki bentuk berupa bawang putih dan kemiri yang sudah dibacakan doa oleh para tetua adat. Lalu, dasun dibungkus dengan kain hitam dan dikaitkan ke baju untuk dapat dipakai ketika ke luar rumah. Adapun perlindungan di dalam rumah saja berupa bawang putih yang dikaitkan ke baju bayi serta sebuah gelang besi berwarna putih yang dikenal dengan nama galang basi.
*Penulis merupakan mahasiswi Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas