Oleh: Vannisa Fitri*
Solok Selatan tidak pernah kehabisan tempat-tempat menarik yang wajib untuk dikunjungi. Kabupaten yang memiliki julukan “Negeri Seribu Rumah Gadang” ini menyimpan peninggalan sejarah dan saksi perkembangan daerah yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya. Salah satu peninggalan sejarah dan budaya yang masih ada hingga saat ini adalah Masjid Kurang Aso 60 yang berada di Nagari Pasir, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat.
Masjid Kurang Aso 60 ini merupakan salah satu masjid tertua yang terdapat di Solok Selatan. Masjid ini sudah dibangun sejak sebelum tahun 1773 Masehi. Masjid ini memiliki peranan penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di Negeri Alam Surambi Sungai Pagu. Nama Masjid Kurang Aso 60 yang memiliki angka 60 menandakan kisah perjalanan 60 nenek moyang Solok Selatan yang berkelana dari Pagaruyung, Batusangkar. Saat melakukan perjalanan, salah seorang wafat sehingga jumlah anggota yang awalnya 60 orang berkurang menjadi 59 orang.
Salah satu tokoh dari 60 orang terebut adalah Syekh Maulana Sofi. Beliau merupakan penggagas berdirinya Masjid Kurang Aso 60. Makam beliau juga terdapat di belakang masjid ini. Masjid Kurang Aso 60 jika dilihat dari bentuknya merupakan perpaduan dari tiga budaya, yaitu Minangkabau, Tiongkok, dan Jawa. Hal ini terlihat dari bagian atapnya yang berbentuk joglo seperti rumah masyarakat Jawa. Selanjutnya lengkung jurai atapnya yang mirip seperti Klenteng khas Negara Tiongkok dan susunan tonggaknya menyerupai pola arsitektur tradisional Minangkabau.
Masjid Kurang Aso 60 ini mempunyai sebuah mitos yang unik. Konon katanya, bila pengunjung mencoba menghitung jumlah tiang di dalam masjid, maka pengunjung tidak akan menemui jumlah yang pasti. Tiang masjid yang dikatakan berjumlah 60 bisa saja berubah menjadi 59 bahkan 58. Selain itu, ada juga mitos yang dipercaya secara turun-temurun oleh masyarakat sekitar, yaitu bagi para pengunjung atau wisatawan yang bisa merentangkan tangan mengelilingi tiang masjid terebut dan ujung tangannya dapat menyentuh ujung tangan yang lain maka yang diinginkannya akan dapat dicapai.
Warga lokal yang sudah lama tinggal di depan Masjid Kurang Aso 60, Nurbani mengatakan bahwa masjid ini sudah lama dibangun dan itu membuat tempat ini menjadi salah satu situs cagar budaya yang ada di Solok Selatan.
“Saya sudah lama tinggal di sini, bahkan sebelum saya tinggal disini masjid ini sudah ada. Jika dihitung-hitung, umur masjid ini sudah sampai ratusan tahun,” jelas Nurbani saat diwawancarai pada Jumat (30/6/2023).
Lebih lanjut Nurbani juga menjelaskan bahwa arsitektur masjid ini sudah banyak mengalami perubahan. Pada bagian atap yang awalnya berupa ijuk sekarang sudah diganti menjadi seng. Hal itu dikarenakan penggunaan ijuk rentan terbakar dan jika terkena api dapat cepat menyebar. Selanjutnya papan masjid yang sudah lapuk juga sudah diganti dengan papan yang baru, agar masjid ini tetap kokoh dan awet.
Pengunjung asal Pakan Rabaa, Raihan, mengungkapkan bahwa ia tertarik dengan masjid ini karena memiliki keunikannya sendiri. Selain itu, mitos dari masyarakat sekitar yang masih dipercayai sampai sekarang membuat banyak orang penasaran dengan masjid ini.
“Saya ke sini karena penasaran, apalagi dengan jumlah tonggak masjid yang terkadang dihitung membuat bingung. Saya mencoba menghitung awalnya memang 60, tapi ketika hitungan kedua berubah menjadi 59,” tutup Raihan.
*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Andalas