Oleh: Fahara Azzah Syafaqoh*
Artificial intelligence (AI) adalah sebuah kecerdasan buatan teknologi yang telah dikembangkan sejak lama oleh manusia. Kecerdasan buatan ini dibuat seperti wujud manusia sungguhan yang bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Kehadiran AI saat ini dapat membantu manusia dalam segala aspek kehidupan. Seperti halnya dalam media jurnalistik, AI merupakan salah satu bentuk inovasi dalam perkembangan teknologi.
Sebelum perkembangan teknologi berupa AI, perkembangan dunia jurnalistik pun telah terlihat dari semula hanya ada media cetak. Seiring perkembangan zaman, dunia jurnalistik melakukan penerapan melalui media online, yang mana membantu informasi lebih cepat sampai tidak hanya pada satu negara saja, tetapi juga pada negara lain pun informasi dapat dengan mudah beredar. Kehadiran AI dalam jurnalistik juga menjadi salah satu kemajuan teknologi untuk membantu jurnalis dalam memudahkan pekerjaannya.
Kecerdasan buatan pada dunia jurnalis Indonesia pun terlihat pada salah satu stasiun televisi dan media berita Indonesia, TV One. Belum lama ini, sempat heboh gebrakan dari TV One yang memperkanlkan ke hadapan umum presenter dari kecerdasan buatan. Kecanggihan teknologi pada AI pun mampu menembus hingga dunia jurnalistik dengan menghadirkan presenter AI selayaknya manusia sungguhan.
Melalui channel youtube tvOneNws, CEO TV One Taufan Eko Nugroho menyatakan alasan memilih AI, sebab telah melihat beberapa riset dari pemilihan AI tersebut. Selain itu, adanya momentum yang pas membuat pemilihan AI tersebut terjadi. Perkembangan AI yang pesat, meskipun masih terlihat seperti animasi, tetapi kedepannya masih terdapat banyak perkembangan lainnya yang memungkinkan AI memiliki peran dalam dunia jurnalistik.
Tim dari TV One sendiri telah mempersiapkan langkah berikutnya untuk melihat apakah masyarakat sudah siap dengan kehadiran dan beragam konten yang disajikan oleh presenter AI. Masyarakat diharapkan tidak perlu merasa khawatir dengan perkembangan teknologi seperti ini. Kemajuan teknologi tidak boleh disia-siakan, justru menjadikan bangsa ini semakin maju dan terus melangkah ke depan.
Dilansir dari tempo.com, dalam diskusi publik yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2023 oleh Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya dari Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), Universitas Padjadjaran dengan judul “Ruang Kritik dan Kebebasan Pers yang Terancam (Lagi) di Era Digital”, pembicara yang diundang dalam acara tersebut, Ika Ningtyas memaparkan bahwa AI ini seperti dua mata pisau yang kedua sisinya tajam. Pada satu sisi, AI dapat berguna untuk menunjang pekerjaan dalam lingkup jurnalisme, seperti memudahkan pengecekan informasi sebelum dan sesudah tersebar yang mana informasi tersebut sudah terverifikasi kebenarannya. Pada sisi lainnya, AI pun terdapat kelemahan tersendiri yaitu tidak didesain memiliki etika, hanya berfokus pada kecerdasan otak saja.
Sudah seharusnya kehadiran AI dalam pers tidak menjadi perdebatan yang panjang. Pasalnya, sama seperti manusia, AI tentu saja memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Peran AI terlihat tidak akan menggantikan peran jurnalis, sesungguhnya hanya untuk membantu dan memudahkan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan. AI tidak memiliki perasaan emosional seperti yang dimiliki oleh manusia, dari cara berbicara dan gestur tubuh pun terlihat kaku, serta gaya bicara terasa seperti sedang membaca teks panjang yang ada pada buku.
Perkembangan teknologi seperti ini justru membuat kita semakin yakin dan siap untuk menghadapi kemajuan teknologi yang akan datang. Agar teknologi tidak menyingkirkan keberadaan manusia, maka dari itu perlunya membuat batasan dan antisipasi agar manusia tetaplah pemenangnya. Saat ini, ikuti perkembangan yang ada dan lihat kedepannya apakah AI mampu menggeser posisi jurnalis dalam pers atau sebaliknya.
Sederhananya, selama ini media menggunakan tenaga para jurnalis untuk melakukan banyak kegiatan dalam berita, seperti memproduksi berita yang update dan dipecaya kebenarannya. Memang benar itu merupakan tugas dari jurnalis, tetapi dengan datangnya perkembangan teknologi berupa AI ini dapat meringankan pekerjaan jurnalis menjadi hemat waktu dan efisien dalam pengelolaan berita. Mulai dari mudah untuk memproses hasil wawancara baik berupa audio ataupun video ke dalam bentuk teks, membantu untuk mencari kesalahan data dan mengidentifikasi berita yang mengandung kebohongan. Meskipun demikian, seberapa canggihpun AI ini, tetap diperlukan langkah untuk menyesuaikan dan memperbaiki setiap ada sistem yang salah atau tidak berjalan sesuai dengan programnya.
*) Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Andalas