Pasang Iklan Disini

Tradisi Pemindahan Tulang Jenazah, Bentuk Penghormatan Kepada Leluhur Khas Suku Batak


Dok. Taman Budaya Sumatra Utara/ Jefri Tarigan

Oleh:Cyndi Karita Malau

Suku Batak mengartikan kematian tidak hanya sebagai prosesi pemakaman orang sampai ke tempat peristirahatan terakhirnya.  Tetapi lebih daripada itu, suku Batak akan melakukan penghormatan kepada leluhur dengan memindahkan tulang belulang yang sudah meninggal.

Tradisi Mangongkal Holi sudah dikenal sejak zaman dahulu dan menjadi tradisi turun-temurun. Mangongkal Holi merupakan sebuah prosesi adat Batak yang diselenggarakan untuk menggali makam orang yang sudah lama meninggal dan diambil tulang belulangnya, lalu tulang belulang tersebut akan dipindahkan ke tugu makam yang tingkatannya lebih tinggi. Prosesi ini dilaksanakan oleh keluarga yang satu pomparan (perkumpulan para keturunan leluhur).

Dalam perhelatannya tradisi ini ternyata membutuhkan biaya yang besar karena pelaksanaannya yang tidak sembarangan dan harus sesuai dengan runtutan upacara adat. Pihak yang menggelar prosesi ini juga harus mengundang atau menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampungnya. Makanan yang harus dihidangkan pun tidak seperti hidangan biasa yang ada di pesta adat lainnya seperti daging babi atau ayam, melainkan harus daging kerbau yang lebih mahal. Dalam prosesi Mangongkal Holi juga harus menyediakan kuda yang akan dikurbankan, dan kain ulos yang dilambangkan sebagai simbol pengharapan.

Tidak ada waktu yang tetap dalam pelaksanaan Mangongkal Holi namun, biasanya diadakan ketika dari pihak keluarga bermimpi bertemu dengan orang tua atau leluhurnya, atau ketika keluarga suku Batak sudah memiliki biaya yang besar untuk melaksanakannya, dan prosesi ini juga cukup memakan waktu beberapa hari mengingat harus melewati beberapa prosesi sebelum menuju agenda utama.

Beberapa prosesi yang harus dilaksanakan ialah mulai martonggoraja atau kegiatan yang wajib dilakukan pada setiap prosesi Mangongkal Holi. Tujuannya untuk membicarakan persiapan dari keluarga yang menyelenggarakan seperti hari, peralatan dan biaya. Pihak keluarga yang satu pomparan juga meminta izin terlebih dahulu ke pihak keluarga perempuan (istri).

Setelah mendapatkan persetujuan dilanjut dengan mangombak atau menggali makam leluhurnya untuk mengambil tulang-belulangnya. Lalu, peti mati dibawa oleh semua orang ke rumah keluarga, untuk beristirahat dan makan bersama. Ketika acara makan bersama tersebut pihak keluarga akan memberi makan tamu yang hadir, dan membagi jambar sesuai aturan adat. Diselingi juga dengan keluarga besar menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak dan tamu yang hadir.

Acara selanjutnya, membersihkan tulang belulang tersebut dengan dicuci sampai bersih dengan air jeruk dan dibaluri dengan air kunyit. Tulang-belulang yang sudah dibersihkan dan kering akan harus dibungkus dengan kain putih dan ulos ragidup sebagai lambang kesucian. Kemudian, tulang belulang dimasukkan ke dalam peti yang diikuti dengan prosesi adat juga.  Tulang belulang yang sudah ada dalam peti akan didoakan kembali dan dimasukkan ke makam yang lebih tinggi.

Warga Suku Batak yang pernah turut menjalani prosesi adat ini, Jannes Malau, menjelaskan hal-hal penting di balik tradisi Mangongkal Holi menurut kepercayaan Suku Batak di antaranya sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan mempererat persaudaran sesame marga.

“Alasan mengapa dilaksanakannya Mangongkal Holi adalah bentuk penghormatan kepada leluhur, mengangkat derajat marga, mempererat persaudaraan sesama marga. Dan tak kalah penting ialah untuk mendapatkan hagabean (panjang umur), hasangapon (kehormatan) dan hamoraon (kekayaan)”, ujar Jannes Malau saat diwawancarai pada Kamis (2/5/2024).

Suku Batak juga mempercayai bahwa para leluhur yang sudah meninggal harus dihormati, agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dalam keluarganya. Selain itu, Mangongkal Holi juga merupakan salah satu upaya untuk menjaga silsilah keluarga, karena, dengan berada pada satu tempat atau makam, generasi selanjutnya akan tetap mengetahui siapa leluhur atau nenek moyangnya.

*Penulis Merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *