Pasang Iklan Disini

Masyarakat Nagari Koto Baru Olah Limbah Kelapa Jadi Produk Bernilai Jual Tinggi


Proses Pengolahan Cocopeat dan Cocofiber

Padang,gentandalas.com- Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Andalas (Unand) melakukan kunjungan ke pabrik Makanya Agri Utama, sebuah pabrik pengolahan Cocopeat dan Cocofiber yang berlokasi di Nagari Koto Baru, Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat. Dalam kunjungan ini, mahasiswa melihat secara langsung proses produksi Cocopeat dan Cocofiber mulai dari penerimaan bahan baku hingga tahap pengiriman.

Mahasiswa didampingi oleh Ketua Operasional Pabrik Makanya Agri Utama, Danil, yang menjelaskan proses pengolahan limbah serabut kelapa menggunakan mesin Puso. Mesin ini berfungsi untuk memisahkan Cocopeat dan Cocofiber secara bersamaan. Setelah dipisahkan, Cocofiber dijemur untuk menghilangkan kadar air, kemudian dipress menggunakan mesin kempa agar lebih mudah dikemas dan dikirim.

Cocopeat memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air lebih lama dibandingkan tanah biasa, sehingga sering dimanfaatkan sebagai media tanam hidroponik serta campuran tanah dalam pertanian konvensional. Selain itu, Cocopeat juga digunakan untuk rehabilitasi lahan kering dan bahan baku pupuk organik. Sementara itu, Cocofiber memiliki banyak kegunaan dalam berbagai industri, seperti bahan pelapis jok, matras, keset, tali tambang, hingga material geotekstil untuk mencegah erosi tanah. Di sektor lingkungan, serat ini juga digunakan sebagai filter alami untuk menyerap limbah industri.

Danil mengungkapkan bahwa produksi Cocofiber sempat terhenti selama dua tahun terakhir akibat kendala dana dan minimnya permintaan pasar. Akibatnya, pabrik hanya memproduksi Cocopeat, sementara Cocofiber yang dihasilkan disimpan atau bahkan dibakar karena tidak terserap pasar.

“Karena kami hanya memproduksi Cocopeat, Cocofiber kami tabung dulu, atau ya kami bakar saja,” ujar Danil.

Pabrik yang telah berdiri sejak 2004 ini telah melakukan pengiriman produk ke berbagai daerah di Indonesia serta ekspor ke beberapa negara, seperti China dan India. Pabrik ini juga memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, terutama ibu rumah tangga. Ketika produksi Cocofiber terhenti, dampaknya dirasakan langsung oleh para pekerja dan ekonomi masyarakat sekitar.

Danil menambahkan bahwa mulai pertengahan tahun 2025, pabrik akan kembali memproduksi Cocofiber. Saat ini, perbaikan mesin tengah dilakukan sebagai persiapan untuk produksi kembali.

“Insya Allah, pertengahan tahun ini kami akan produksi fiber lagi, ini sudah mulai perbaikan mesin lagi,” ungkapnya.

Dalam kunjungan tersebut, mahasiswa juga melihat bentuk Cocopeat yang telah dibersihkan dan dikeringkan. Kualitas Cocopeat sangat bergantung pada proses pembersihan dan pengeringannya. Tingginya kadar garam dan air dalam serat kelapa membuat Cocopeat harus dicuci dengan benar menggunakan air mengalir.

Danil juga mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi, mulai dari persaingan dalam mendapatkan bahan baku hingga banyaknya pabrik serupa di wilayah tersebut. Saat ini, produksi Cocopeat masih berjalan dengan baik, dengan kapasitas produksi mencapai 200 karung per hari. Jika produksi Cocofiber kembali aktif, pabrik ini diperkirakan mampu menghasilkan dua ton Cocofiber per hari.

Ke depan, Danil berharap pasar Cocopeat dan Cocofiber dapat semakin luas sehingga industri ini dapat terus berkembang dan berkontribusi terhadap stabilitas ekonomi serta peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

Nabila Yumedika Shanda dan Frima Syakira

Editor: Nurul Ilmi Ramadhani 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *