Oleh : Reza Aulia*
Batu Kurai Limo Jorong adalah peninggalan bersejarah berupa lima buah batu yang didirikan oleh orang Kurai asli pada zaman dahulu yang berada di Jl.Kurai, Parit Antang, Kec. Aur Birugo Tigo Baleh, Kota Bukittinggi. Dinamakan Kurai Limo Jorong karena pada awalnya masyarakat yang menghuni kelima jorong di sana yaitu Tigo Baleh, Guguk Panjang, Aur Birugo, Mandiangin, dan Koto Selayan. Batu yang sekarang dijadikan monumen ini, menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Letak cagar budaya ini di tepi jalan raya, secara tidak langsung orang-orang yang sedang berkendara dapat melihat batu kurai limo jorong ini. Maka dari itu, ramai para wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal yang datang silih berganti ke cagar budaya ini karena sejarahnya yang unik dan berbau budaya.
Menurut seorang warga asli Kurai, Irsyad, suku antar batu yang ada pada cagar budaya ini ialah suku guci, suku tanjung (ada dua), suku yangpituan, dan suku jambak. Batu Kurai Limo Jorong ini berguna sebagai tempat musyawarah untuk merencanakan sesuatu yang ingin dikerjakan untuk perubahan atau kemajuan jorong, misalnya musyawarah untuk membuat jalan, membuat aliran sawah, dan pemilihan untuk menggantikan datuk yang meninggal antar sukunya. Maka dilakukanlah musyawarah dan mufakat di cagar budaya Batu Kurai ini.
Batu Kurai Limo Jorong ini dibangun karena dahulunya tidak ada benda seperti kursi dan tembok. Karena cuma ada batu, jadi orang-orang pada zaman dahulu mendirikan lima buah batu di atas tanah yang sekarang diolah dan diberi keramik. Jadi para datuk duduk bersandar di depan batu menurut sukunya masing-masing. Batu Kurai Limo Jorong ini didirikan oleh datuk dari suku dan dibantu oleh para anggota dari sukunya masing-masing. Mereka bergotong royong dalam menegakkan lima buah batu tersebut. Bapak Irsyad juga menuturkan kalau dia tidak ingat kapan berdirinya cagar budaya ini karena sudah sangat lama. “Yang jelas Batu Kurai Limo Jorong ini dibangun bersama-sama oleh para datuk dari kelima suku tersebut,” ujar Pak Irsyad.
Di belakang cagar budaya Batu Kurai Limo Jorong ini, ada sebuah musalla yang dinamakan Balai dan juga ada kolam di depannya. Batu Kurai ini terbuka untuk umum. Siapa saja boleh melihat cagar budaya ini. Warga sekitar sangat menjaga warisan turun temurun dari nenek moyang mereka. Warga di Jorong Kurai selalu membersihkan area cagar budaya, sehingga selalu terlihat bersih dan nyaman untuk dipandang.
Bapak Irsyad juga menjelaskan gelar datuk-datuk pada lima suku tersebut, yaitu Datuk Bandaro, Datuk Rang Kayo Muliya, Datuk Rajo Endah, dan Datuk Pangulu Sati. Kelima gelar dari datuk inilah yang secara bersama-sama membangun dan mendirikan Batu Kurai Limo Jorong ini. Sehingga sampai sekarang sejarahnya masih sangat dikenang oleh warga tersebut. Sebelum gelar ini disandang oleh para calon datuk, haruslah dilakukan suatu upacara adat yang sekurangnya memotong seekor kerbau, kemudian diadakan jamuan makan. Dan jika calon datuk tersebut tidak mampu untuk mengadakan acara tersebut, maka dia tidak berhak untuk menyandang gelar sebagai seorang datuk. Gelar datuk juga dapat disamakan dengan pemimpin suatu kaum atau suku. Gelar itu khusus untuk satu suku, tetapi kadang kala ada juga gelar datuk diberikan kepada seseorang hanya sebagai gelar kehormatan saja.
Selain itu, Bapak Irsyad juga menjelaskan kalau masyarakat Kurai juga memiliki keunikannya sendiri, yaitu mata pencaharian mereka pada umumnya ialah ke sawah. Sawah-sawah yang di kelola sudah cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka, sehingga mereka tidak mencoba pekerjaan yang lain dan tidak bekerja lebih keras lagi. Cagar budaya Batu Kurai Limo Jorong ini juga harus dijaga bersama-sama karena merupakan warisan dari nenek moyang yang sangat penting untuk ke depannya dan juga sebagai lambang adanya kekhasan tersendiri di jorong Kurai. Serta sangat penting untuk dilestarikan karena memiliki nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan juga agama.
*) Penulis merupakan Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Andalas