Oleh: Nabila Annisa*
Anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Indonesia membuat resah para petani sawit. Pasalnya harga TBS sawit dalam dua pekan terakhir terus menurun. Dikutip dari CNBC Indonesia, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebutkan saat ini harga jual kelapa sawit rakyat di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih rendah di kisaran Rp990 hingga 1.100 per kilogram. Sementara di tingkat petani lebih rendah Rp 300 sampai Rp 800/Kg.
Pada April lalu, Presiden Jokowi melarang ekspor minyak sawit mentah dan sejumlah produk turunannya dengan menerbitkan aturan teknis pelarangan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 22/2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil, dan Used Cooking Oil. Jokowi menjelaskan kebijakan ini dibuat untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri sehingga masyarakat bisa membeli minyak goreng dengan harga normal.
Ekspor adalah barang yang dihasilkan di dalam negeri untuk dijual ke luar negeri dengan kapasitas tertentu. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi produksi dalam negeri. Sementara larangan ekspor adalah kebijakan yang dibuat dalam suatu negara untuk melarang ekspor barang-barang tertentu.
Terdapat dampak negatif yang ditimbulkan dari pelarangan ekspor sawit ini, terutama pada para petani sawit dan pengusaha CPO kelas menengah bawah. Pertama, kelebihan hasil panen sawit. Perusahaan sawit akan menekan produksi sawit karena muatan pada tangki penampung CPO terbatas. Hal ini berakibat pada penurunan harga sawit di tingkat petani. Kedua, naiknya harga produk dari minyak sawit dan turunannya. Contohnya pada minyak zaitun dan minyak kelapa. Ketiga, Indonesia akan kehilangan devisa negara. Indonesia diperkirakan akan kehilangan devisa sebesar Rp 43 triliun per bulan apabila tidak ada kegiatan ekspor.
Sejak pemerintah mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada Mei lalu, harga TBS dilaporkan masih anjlok. Dikutip dari idntimes, harga TBS di Pasaman Barat, Sumatera Barat menyentuh Rp 600 per kilogram. Jatuhnya harga TBS terjadi karena ekspor masih belum berjalan. Sampai saat ini PKS belum mau membeli TBS dengan harga normal sehingga penderitaan yang dirasakan petani masih belum sirna. Pemerintah seharusnya bertindak tegas terhadap perusahaan yang membeli TBS dibawah harga pemerintah. Hal ini agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
*)Penulis merupakan mahasiswi Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas