Pasang Iklan Disini

Maraknya Westernisasi, Apakah Budaya Tradisional Sudah Dianggap Kuno Oleh Generasi Muda?


(Genta Andalas/Dok. Pribadi)

Oleh : Della Silsilla Putri*

Pada saat sekarang ini banyak generasi muda yang memakai budaya asing dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah westernisasi atau kebarat-baratan. Mengutip dari Kompas.com, westernisasi merupakan proses meniru gaya hidup orang barat atau luar negeri. Generasi muda terbukti lebih senang mengikuti budaya asing, seperti tren yang berkembang agar disebut gaul, sehingga mereka cenderung meninggalkan budaya mereka sendiri yang kerap di cap kuno atau ketinggalan zaman. Budaya dan tradisi seperti mendengarkan lagu lagu daerah, berbicara dalam bahasa daerah, menekuni kesenian tradisional, berlaku sopan santun, cara berpakaian sopan dan tertutup sudah sangat jarang dilakukan. Sekarang, generasi muda lebih memilih budaya dan gaya hidup kebarat-baratan, seperti makan makanan luar negeri cepat saji di restoran atau cafe, menggunakan pakaian seperti rok pendek atau dress pendek yang mengikuti trend fashion, dan sebagainya.
Dilansir dari Liputan6.com, salah satu faktor utama maraknya westernisasi adalah akibat kemajuan teknologi, dimana akibat teknologi yang berkembang pesat dapat mempermudah masuknya budaya asing tanpa proses filterisasi, sehingga generasi muda dapat pula dengan mudah mengakses budaya-budaya asing yang masuk tersebut. Faktor lainnya adalah adanya anggapan atau steoreotipe di masyarakat bahwa budaya asing lebih modern, modis, dan keren dibandingkan dengan budaya tradisional dalam negeri. Adapun salah satu dampak akibat maraknya westernisasi ini adalah munculnya anggapan masyarakat, terutama generasi muda terhadap budaya tradisional yang mulai dianggap sebagai hal kuno dan ketinggalan zaman. Terlebih, generasi muda kini bahkan sudah melupakan dan tak lagi melestarikan budaya tradisi daerah mereka masing-masing. Parahnya, akibat fenomena westernisasi ini, membuat generasi muda kehilangan jati dirinya sebagai warga Indonesia, sebab tren budaya asing tersebut tidaklah mencerminkan nilai-nilai luhur dan sosial masyarakat Indonesia.
Padahal budaya tradisional sendiri bersifat dinamis dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Sebagaimana dijelaskan dari salah satu artikel Kompas.com, yang berjudul “Dinamika Budaya dan Prosesnya”, dimana budaya bersifat dinamis dan akan terus berubah seiring dengan berkembangnya zaman dan berubahnya kebutuhan manusia. Namun cepat lambat proses dinamika budaya, terutama budaya tradisional sendiri berbeda-beda. Terdapat budaya yang berdinamika dengan cepat, adapula budaya yang memerlukan waktu cukup lama dalam proses dinamikanya. Maka dari itu, budaya tradisional sebenarnya dapat dimodifikasi sesuai dengan tuntutan zaman, tanpa menghilangkan unsur keaslian dan nilai-nilai luhur yang dikandungny, meskipun proses berlangsungnya adaptasi dan dinamika tersebut beragam. Maka jika label kuno diberikan pada kebudayaan tradisional, dengan alasan karena budaya ini bersumber dari nilai-nilai luhur, maka sejatinya penerapan budaya tradisional ini tidak terbatas oleh waktu dan dapat digunakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh penerapan budaya tradisional dalam masyarakat modern ini dapat kita lihat dalam penyelenggaraan palang pintu dalam perkawinan adat betawi, tradisi weton dalam masyarakat jawa, tari pasambahan di minangkabau untuk menyambut tamu, dan lain sebagainya. Dari contoh tersebut, dapat kita lihat bahwasanya budaya tradisional yang dianggap kuno itu hanya steriotip orang orang yang malu terhadap budaya tradisional daerah mereka sendiri, dan juga karena lingkungan sekitarnya yang tidak ada mengembangkan serta melestarikan budaya tradisional tersebut.
Dengan demikian, budaya tradisional bukanlah hal kuno yang dinilai ketinggalan zaman, melainkan budaya tradisional merupakan kekayaan tradisi yang juga dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai luhur yang ada, serta merupakan suatu kebanggaan dengan keunikannya tersendiri, yang tentunya dapat menjadi identitas anak bangsa. Dengan kondisi seperti ini pemerintah dan masyarakat harus saling bekerjasama dalam menjaga dan melestarikan budaya tradisional. Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam katadata.co.id, generasi muda juga harus meningkatkan rasa nasionalisme, menyaring budaya asing yang masuk, serta menumbuhkan rasa cinta akan budaya-budaya daerah melalui pengamalan pancasila. Maka dari itu perlu adanya penekanan terhadap masing-masing individu, bahwasanya memakai budaya tradisional bukanlah hal yang memalukan atau kuno melainkan suatu kebanggan tersendiri karena kita memiliki ciri khas yang membuat kita unik dan berbeda dari yang lain.
*Penulisan merupakan mahasiswa Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *