Oleh: Zulkifli Ramdhani*
Pemilihan Umum (pemilu) adalah sebuah proses demokrasi negara Indonesia dalam memilih pemimpin Presiden dan Wakil Presiden yang akan duduk di pemerintahan negara. Indonesia pun saat ini tengah menuju pelaksanaan pemilu pada tahun 2024 mendatang. Pemilu yang akan datang ini menjadi penentu arah dan masa depan bangsa Indonesia dalam lima tahun selanjutnya. Namun, sangat disayangkan pada faktanya, pemilu yang dijalankan di negeri ini ditentukan dari hasil suara di Pulau Jawa.
Pulau Jawa adalah pulau dengan kepadatan penduduk nomor satu di Indonesia. Kepadatan penduduk dipulau Jawa dikarenakan berbagai alasan, seperti banyak pendatang yang mencoba merantau ke pulau Jawa, baik untuk bekerja maupun untuk belajar. Pulau Jawa telah menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, tentunya hal ini membuat banyaknya kesempatan kerja yang lebih banyak. Dari faktor pendidikan, pulau Jawa menjadi pusat pendidikan terutama di Yogyakarta yang disebut sebagai kota pendidikan. Jadi, padatnya penduduk di pulau Jawa menyebabkan banyak faktor yang menjadi alasan banyak masyarakat Indonesia yang merantau ke pulau Jawa.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2022, Indonesia memiliki populasi sebesar 275,77 juta jiwa. Sebesar 154,34 juta jiwa atau 56,05% diantaranya bertempat tinggal di pulau Jawa. Data ini pun didukung dengan pernyataan yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda dalam rilis surveinya terkait rincian data pemilih di daerah-daerah tiap pulau Indonesia. Data tersebut menyatakan bahwa berdasarkan data jumlah suara di provinsi Jawa Barat mencapai 17,4%, Jawa Tengah 16,1%, Jawa Timur 16,2% sedangkan Sumatra secara keseluruhan 20,4%, Kalimantan 5,9%, Sulawesi 7% dan Maluku-Papua 3,3%
Dari data tersebut dapat dipahami bahwa dari jumlah pemilih di provinsi Jawa Barat saja sudah mendekati total suara keseluruhan suara di pulau Sumatra dan jauh dari jumlah suara yang ada di pulau lainnya. Dapat dikatakan calon yang memenangkan suara di tiga provinsi pulau Jawa tersebut sudah mendapat jumlah suara terbanyak dan besar kemungkinan memenangkan pemilu. Sistem pemilu di Indonesia yaitu setiap orang memiliki suara yang sama dan persyaratan menang pemilu dengan perolehan suara lebih dari 50% total suara. Hal ini menjadikan pemimpin bangsa dalam setiap pemilu yang dijalankan akan ditentukan oleh hasil dari pulau jawa.
Memang syarat menang pemilu juga harus memiliki setidaknya 20% suara disetiap provinsi dengan total lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa jika memperoleh penuh suara semua provinsi luar pulau Jawa masih kurang dari 50% total suara. Ini berarti hak suara di pulau Jawa memiliki peran besar menentukan pemimpin bangsa.
Selain itu, secara historis Presiden di Indonesia juga hanya B.J. Habibie yang terhitung non-jawa dan saat itu Habibie juga diangkat untuk menggantikan Soeharto, bukan dari hasil pemilu. Hal ini juga menjadi bukti bahwa pemimpin bangsa sangat ditentukan oleh suara dari pulau Jawa. Tidak sedikit juga tokoh politik yang menyatakan hal yang sama terkait Jawa menjadi penentu pemimpin bangsa. Salah satunya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan. Dalam perbincangan Luhut Binsar dengan pengamat politik Rocky Gerung menyatakan orang Jawa memiliki peran besar dan jika bukan orang Jawa jangan memaksakan diri. Selain itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera juga menyebutkan bahwa Jawa masih menjadi kunci menang Pemilu 2024 dalam acara Bimbingan Teknis Legislator PKS pada 2 November 2022.
Pada pemilu 2024 nanti, dapat dikatakan penentu masa depan bangsa ada pada hasil di pulau Jawa. Namun, hal itu bukan berarti rakyat di luar Jawa tidak memiliki hak suara yang tidak ada perannya. Hal ini dikarenakan syarat menang pemilu selain memperoleh suara lebih dari 50% total suara dan setidaknya memiliki 20% suara disetiap provinsi dengan total lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Maka dari itu, pemilik hak suara luar pulau Jawa, juga memiliki peran menentukan pemimpin bangsa walaupun tidak sekuat suara pulau Jawa.
*)Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Andalas