Pasang Iklan Disini

Tradisi Kadaghek: Kerukunan Dalam Budaya Mengantar Jenazah Suku Minang di Tanjung Barulak


(Ilustrasi/ Vivi Sriani)

oleh: Vivi Sriani

Kadaghek adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di Nagari Tanjung Barulak, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Tradisi ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada orang yang telah meninggal.

Sebelum melakukan tradisi Badaghek ada serangkaian prosesi yang dilewati. Ketika ada warga yang meninggal maka salah seorang dari warga akan membunyikan alat khusus yang disebut dengan “tontonan.” Maka seketika penduduk akan datang menuju rumah gadang. Di sana penduduk akan memberikan salam dan penghormatan terakhir pada jenazah.

Bunyi tontonan juga memiliki makna tertentu berdasarkan jumlah bunyi ketukan tontonan. Misalnya, bunyi tontonan satu kali ketukan untuk anak kecil dan tiga kali ketukan untuk orang dewasa.

Setiap kampung atau suku memiliki tontonan mereka sendiri. Di Nagari Tanjung Barulak, tontonan terbuat dari kayu yang dilobangi dan diletakkan di tempat tinggi agar bunyinya biskaa terdengar oleh seluruh masyarakat. Matan

Contoh lainnya, di daerah tertentu, bunyi tontonan bisa berbeda-beda, seperti lonceng atau t lainnya. Dengan adanya tradisi Kadaghek masyarakat dapat memberikan penghormatan terakhir kepada yang meninggal dan memberikan dukungan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Iswandri menjelaskan terkait dengan tradisi Kadaghek di Tanjung Barulak yang memiliki sebutan masing-masing di setiap prosesnya. Pertama, setelah tontonan berbunyi, kerabat dekat akan datang ke rumah duka, ini disebut dengan takojuik maambui. Kemudian, setelah itu, masyarakat atau kerabat akan datang dengan membawa beras di piring atau pinggan proses ini disebut dengan manjonguak sakali. Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan dan penghormatan terhadap keluarga yang sedang berduka.

Setelah mayat dikubur, dunsanak (kerabat) akan datang lagi disebut dengan manjonguak. Ini menunjukkan bahwa dukungan dan perhatian terhadap keluarga yang berduka tidak berhenti setelah proses pemakaman selesai. Terakhir, ada istilah mandua ari yang merupakan sebutan untuk manjonguak kembali setelah mayat dikuburkan. Ini menunjukkan bahwa tradisi dan adat istiadat dalam masyarakat Minangkabau sangat penting dan dijunjung tinggi, serta menunjukkan solidaritas dan kebersamaan dalam momen-momen sulit seperti kematian.

“Pada acara Manduo Ari, mereka yang memiliki hubungan kekerabatan dekat seperti menantu, bako (keluarga dari ayah), ande (keluarga dari pihak ibu), dan dunsanak (saudara) membawa pelang besar berisi beras, makanan, dan sambal (lauk pauk). Kini, isi pelang berubah menjadi bahan mentah seperti telur, gula, dan minyak. Secara filosofis, hal ini bertujuan untuk membantu keluarga di rumah duka,” ungkap Iswandri saat diwawancarai Genta Andalas lada Minggu (23/6/2024).

Kadaghek dilakukan oleh masyarakat Tanjung Barulak pagi subuh setelah jenazah dikubur. Kaum laki-laki datang ke kuburan setelah sholat subuh. Bagi yang sholat di mesjid biasanya akan langsung ke kuburan. Tuan rumah akan menyiapkan pencahayaan di pekuburan saat melakukan tradisi Kadaghek. Ketika zaman belum ada listrik Iswandiri menceritakan orang- orang akan menggunakan lampu srongkeng (stormking).

Iswandri menjelaskan bahwa tradisi keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Tanjung Barulak tersebut melewati beberapa prosesi. Pada pagi hari, laki-laki di nagari berkumpul untuk melakukan kegiatan kadaghek. Mereka membawa uang seikhlasnya dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi daun sirih. Sirih ini kemudian disebar di sekitar kuburan.

Setelah matahari mulai terbit, orang-orang yang hadir akan meminta maaf kepada keluarga almarhum begitu juga pihak keluarga akan memintakan permohonan maaf untuk almarhum. “Mereka akan diberikan kesempatan untuk memaafkan almarhum dengan cara menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perwakilan yang hadir. Jika mereka semua setuju, mereka akan bersama-sama mengatakan “kami telah memaafkannya,” ungkap Iswandri saat di wawancara Genta Andalas, (Minggu,23/06/2024).

Setelah selesai prosesi Kadaghek maka seseorang yang meninggal dunia akan diberikan gelar adat pengganti yang akan diumumkan setelah musyawarah keluarga selesai. Kemudian, orang yang disebut sipangka (Laki- laki dari pihak keluarga almarhum yang mengurus acara Kadaghek) akan meminta kepada yang datang untuk membacakan doa untuk almarhum. Setelah kegiatan kadaghek selesai, orang-orang mulai meninggalkan tempat pemakaman satu per satu.

“Bagi sipangka dan dunsanak lainnya, diharapkan untuk singgah ke rumah duka karena di sana telah disiapkan makan pagi dari makanan yang dibawa oleh ibu-ibu atau induak-induak saat prosesi pemakaman,. Makanan yang disajikan biasanya berupa dadar telur, sambal, dan sayur bening,” ujar Iswandri . Setelah makan pagi, kegiatan Kadaghek berakhir.

*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Andalas 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *