Pasang Iklan Disini

Mimpi yang Tak Sampai


 

(Ilustrasi/ Fadhilatul Husni)

Oleh : *Lara Elisa Putri

Hiruk piruk suara rintik hujan sangat jelas terdengar, langkah kaki yang selalu semangat setiap diayunkan, senyum manis seorang gadis yang selalu mencoba membuat harinya seakan baik-baik saja. Hari itu seorang gadis bernama Tania Adhelia, tengah disibukkan dengan kegiatan belajar, setelah belajar Tania biasanya akan lanjut les atau belajar tambahan untuk masuk perguruan tinggi. Tania yang sedang berada di bangku kelas 12 seakan-akan tak memilik*i waktu untuk bermain atau bahkan sekedar nongkrong sebentar sehabis sekolah. Tania selalu menghabiskan waktunya dengan materi pelajaran yang setiap hari tanpa henti memasuki kepalanya. Tak jarang Tania ingin sekali untuk istirahat, namun selain tuntutan dari diri sendiri, Tania juga memiliki tuntutan dari orang tua, terutama ayahnya.

Ayah Tania sangat menginginkan anaknya menjadi seorang dokter, bagaimanapun caranya, setelah lulus dari SMA Tania dipaksa oleh sang ayahnya untuk mengambil kedokteran, tidak boleh yang lain, hanya kedokteran. Dari diri Tania sendiri juga sangat ingin menjadi seorang dokter bahkan hal ini sudah meķnjadi cita-cita besar bagi Tania, akan tetapi dengan dipaksa Tania merasakan tekanan batin, dimana ayah Tania selalu menyuruhnya untuk tidak berhenti belajar.

“Tania!” melihat tania yang sedang tertidur di meja belajarnya sang ayah langsung memanggil Tania dengan nada tinggi.

“Iya ayah, kenapa?” ucap Tania pelan sambil mengusap matanya yang perih akibat kelelahan.

“Ngapain tidur begini, belajar Tania belajar. Ujian masuk perguruan tinggi sebentar lagi, jangan terlalu berleha-leha,” ucap ayahnya sampai membuat tania terbangun.

“Tapi ayah, Tania baru saja istirahat, baru sebentar Ayah, dari semalam Tania sudah begadang Ayah, Tania pusing, butuh tidur,” ucap Tania dengan dengan pelan,.

Tiba -tiba terdengar suara langkah kaki menuju pintu kamar Tania, Ibu Tania datang dengan raut wajah yang kwatir melihat sang anak .

“Sudahlah yah, biarkan tania untuk istirahat sebentar, dia juga cape, anakmu bukan robot yang bisa dipaksa terus,” ucap ibu sambil menatap sendu anaknya.

“Aah!, kalian berdua ini sama saja, disini aku yang banting tulang cari uang demi menghidupi kalian berdua. di suruh belajar aja kok malah tidur! Tidak mau tahu pokoknya kamu lanjutkan belajar kamu!” Ayah Tania dengan tegas menyampaikan perkataannya.

“Pahhh” ucap ibu Tania, akan tetapi Tania langsung memotong perkataan ibu nya

“Sudah gapapa bu, Tania lanjut belajar aja gapapa kok, benar kata ayah ujian masuk perguruan tinggi sebentar lagi.” Dengan senyum yang terpaksa Tania mencoba meyakinkan ibunya kalau dia akan baik-baik saja.

Berselang satu minggu setelah itu, ujian masuk perguruan tinggi pun datang. Pagi ini Tania tengah bersiap-siap menuju lokasi ujian. Sama seperti biasa Tania selalu menyandang buku, membacannya bahkan beberapa jam akan dimulainya ujian, Tania masih sempat belajar materi-materi untuk nanti. Posisi Tania sekarang adalah sendiri, ayahnya sibuk bekerja sehingga tidak sempat untuk menemaninya ikut ujian, sementara ibu Tania tengah menjenguk nenek Tania yang tengah sakit.

Ketika memasuki ruangan ujian, Tania mencoba berpasrah kepada tuhan, untuk memberikan hasil yang terbaik, tapi hasil yang terbaik ini adalah yang terbaik bagi ayah Tania, yaitu lulus di Juusan kedokteran. Saat tengah tengah melaksanakan ujian, Tania sangat gugup karena takut akan hasilnya nanti, selang  beberapa jam, Tania sudah keluar dari ruang ujian dan telah selesai mengerjakan ujian.

Setelah ujian selesai, Tania dapat menghirup udara segar karena sudah berhasil melewati ujian yang sangat rumit, yang membuat isi kepala Tania selama beberapa waktu terakhir tak bisa berhenti bekerja. Sepertinya tak cukup sampai di sana, ketenangan bagi seorang Tania memang tidak ada, belum sempat Tania beristirahat lagi- lagi Tania terpilih akan hasil ujian masuk universitas yang baru saja dikerjakannya. Hal itu membuat Tania takut, Tania gugup dan juga tak sanggup untuk membuka hasil pengumuman nantinya, tapi apapun hasilnya nanti Tania harus berusaha untuk menerima apapun yang terjadi.

Setelah beberapa minggu dari ujian masuk universitas, tibalah saat yang ditunggu-tunggu, yaitu bagian pengumuman kelulusan, beberapa jam sebelumnya Ayah Tania yakin kalau Tania pasti akan lulus karena anaknya sangat  rajin belajar.Waktu pengumuman kelulusan pun tiba, semuanya sudah berkumpul di ruang tengah, ayah dan ibu Tania sudah menunggu Tania keluar dari kamar nya

“Tania sini sayang, apapun hasilnya pasti itu yang terbaik,” ucap ibu sambil tersenyum kepada Tania.

“Hasil terbaik adalah dia lulus di kedokteran, kalau tidak lulus sama sajaa!! Beban dan anak gk guna gabisa banggain orang tua,” ucap Ayah Tania yang menbuat Tania semakin takut.

“Yah jangan terlalu keras, kasihan Tania,” ucap ibu khawatir.

“Ibu, ayah sudah waktu pembukaan pengumuman sudah tiba,” disini Tania merasa deg-degan, Ibu Tania berusaha menenangkan dan meyakinkan Tania bahwa semuanya akan baik-baik saja, di sisi lain ayah Tania sudah siap dengan Tania yang akan lulus.

Jam pembukaan pun telah datang, Tania berusaha untuk membuka portal webnya dan melihat hasil ujian dan kerja kerasnya selama ini, dengan pelan Tania berusaha untuk menekan tombol hasil.

“Ayah, Ibu maaf, Tania gagal,” dengan wajah yang sendu dan air mata yang tak terbendungkan lagi Tania menyampaikan hasil pengumuman ujiannya.

“Anak sialan, gatau diri! Udah dimasukan les mahal- mahal, disekolahin mahal-mahal malah ngecewain orang tua.” Dengan kegagalan Tania tadi, Ayah Tania sontak membentak dan memukul meja di depannya

“Ayahh! Tania juga mau jadi dokter, Tania juga berusaha keras, Tania sampai sakit, Tania bahkan ga tidur Ayah, demi mimpi Tania. Tapi hasilnya itu di luar kendali Tania Ayah,” ucap Tania di sela-sela tangisnya.

Plakk!! Tamparan mendarat di pipi kanan dan kiri Tania. “Dasar anak ga guna, mati aja kamu, saya ga perlu anak kayak kamu, anak gatau diri,” ucap Ayah Tania dengan nada tinggi dan amarah yang membeludak

“Yah udah Yah, kasihan Tania,” dengan isak tangis yang luar biasa ibu Tania berusaha untuk menghentikan ayah Tania yang melayangkan beberapa pukulan kepada Tania.

Namun nihil sang ayah memukul Tania hingga badannya kebiruan. Saat itu Tania berlari ke kamarnya lalu mengunci kamarnya, tak siapapun Tania biarkan masuk. Saat di dalam kamar, Tania sangat merasa bersalah dengan dirinya sendiri. Tania sangat ingin membahagiakan orang tuanya, apalagi ayahnya, dan Tania juga ingin mencapai mimpinya. Sekuat tenaga Tania berusaha, namun takdir berkata lain.

Di tengah hiruk-pikuk tangisnya, seketika Tania terhenti ketika ia menyadari di atas meja ada pisau buah, mata Tania tertuju ke sana beberapa saat, Tania  memandangi pisau itu, hingga pada akhirnya Tania mengambil pisau tersebut, di hadapkan dengan rasa takut dan perasaan yang campur aduk saat itu, tanpa berpikir panjang Tania langsung  menyayatkan pisau tersebut ke tangannya. Darah mengalir dari pergelangan tangannya, tubuh Tania langsung terbaring lemah, aliran darah tak berhenti keluar dari tangannya, perlahan matanya terpejam dan tubuhnya kaku hingga menjadi dingin.

Beberapa jam setelah kejadian tersebut Ibu Tania yang menyadari bahwa tidak ada lagi terdengar isak tangis dari kamar Tania, ibu Tania berfikir bahwa Tania sudah tenang, secara perlahan ibu Tania mengetok pintunya, lalu menanggil Tania pelan.

“Tania, Tania sayang,” panggil ibu Tania beberapa kali namun tak ada sahutan, dengan pelan ibu Tania mencoba membuka pintu kamar Tania, ternyata saat sebelum menggoreskan pisau ke tangannya Tania sempat membuka kunci pintu kamarnya. Setelah dibuka  Ibu Tania sontak kaget dengan adanya darah di tangan anaknya, setelah sesaat ibu Tania menyadari kalau darah itu berasal dari pisau yang di goreskan ke tangan Tania, tangis ibu Tania pecah, ibu Tania mencoba memeluk tubuh Tania yang sudah dingin dan kaku.

“Tania,” Ayah tania yang tiba-tiba datang melihat anaknya yang sudah terbaring dingin di lantai, tangis keduanya pecah, di situ ayah Tania sangat menyesal atas perlakuannya. Namun tak ada yang bisa diperbuat, nasi sudah menjadi bubur, Tania telah mengakhiri hidupnya sendiri.

Gundukan tanah merah, dengan taburan bunga, sekarang hanya itu yang didapatkan oleh kedua orang tua Tania, terutama Ayahnya. Sekarang Tania hanya tinggal nama, tidak akan ada lagi Tania yg berusaha keras, Tania yang gigih dan yang selalu kuat dalam berbagai waktu. Sekarang waktu sudah membawa Tania ke tempat dimana ia tidak akan dihakimi lagi, Tania akan tenang disana tanpa tekanan. Buat orang tua Tania, biarkalah mereka hidup dalam penyesalan, karena sebenarnya, “senjata paling tajam bagi seoarang anak adalah orang tuanya.”

Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas *

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *