Oleh: Mutia Jummidayani Putri*
Golden Kamuy merupakan karya film Shigeaki Kubo yang di bawah naungan perusahaan produksi Credeus. Film ini memiliki latar cerita masa peperangan Jepang-Rusia pada era Meiji, tahun 1904 di dataran tinggi Hill 203. Peperangan Jepang-Rusia yang menewaskan ribuan prajurit dari kedua belah pihak tersebut, menjadikan peluang untuk kembali dengan selamat terasa mustahil. Namun, seorang prajurit bernama Sugimoto Saichi yang dijuluki “Yang Abadi” karena kehebatan dan tubuhnya yang lekas pulih meski terluka parah berhasil selamat dari perang yang mencekam itu. Dari keberhasilannya kembali dengan selamat pada perang tersebut, film Golden Kamuy ini berpusat pada kisahnya yang ditemani oleh Asirpa gadis suku Ainu dan Yoshitake seorang buronan dalam melakukan perjalanan menuju Hokkaido pasca perang antara Jepang-Russia untuk menemukan emas suku Ainu yang hilang setelah pembantaian pasukan suku Ainu.
Film yang merupakan adaptasi live action dari manga terkenal yang ditulis oleh Satoru Noda ini memiliki genre action and adventure yang mampu membawa penonton merasakan betapa kejamnya peperangan pada saat itu. Film ini memberikan detail yang luar biasa dari berbagai sisi, baik dari ekspresi sang aktor, detail gambar, hingga pengambilan video yang membuat penonton seperti berada di area peperangan. Pada awalnya, film ini telah tayang di Jepang pada Januari lalu namun, baru ditayangkan secara internasional melalui channel Netflix pada 19 Mei 2024.
Dalam film ini tidak hanya menampakkan kekejaman perang saja, melainkan juga memperlihatkan bagaimana kondisi masyarakat saat zaman perang, di mana korupsi, pemberontakan merajalela dan perempuan dianggap rendah. Shigeaki Kubo sebagai sutradara berhasil menyampaikan pesan-pesan tersebut melalui film garapannya ini. Tak hanya itu, film ini juga memperlihatkan kekayaan budaya suku Ainu yang menjunjung tinggi nilai spiritual dan keseimbangan alam. Hal ini terlihat dalam sosok Asirpa dan orang-orang suku Ainu yang percaya akan kehadiran roh. Selain itu, tergambarkan keragaman budaya jepang melalui pakaian, bangunan, makanan, cara berinteraksi, serta alat dan seni bela diri dalam film ini.
Dengan cerita yang kompleks dan detail, film ini tetap mampu mengaduk perasaan penonton dalam sekejap, dari perasaan lucu berubah menjadi perasaan tegang maupun sedih. Genre action yang serius diselipkan beberapa plot yang membuat penonton tertawa, sehingga di beberapa adegan terasa hangat, lucu dan romantis dari hubungan pertemanan Sugimoto, Asirpa dan Yoshitake. Didukung dengan kualitas acting dan cgi yang luar biasa membuat film ini terasa nyata dan hidup.
Namun sayangnya, film ini terkesan tanggung pada akhir ceritanya, sehingga kemungkinan akan ada sequel dari film ini. Beberapa adegan juga sempat membingungkan penonton dengan kehadiran beberapa tokoh yang tidak diceritakan dari awal. Secara keseluruhan, film ini masuk kedalam kategori film yang bagus dan direkomendasikan untuk ditonton karena mata penonton benar-benar dimanjakan dengan adegan yang rapi dan plot yang tidak terduga.
*Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Andalas