Pasang Iklan Disini

Peringatan 22 Tahun Hari Buku Nasional: Penulis dan Pembaca Buku Tetap Dilema


Ilustrasi/Meylina Permata Sari

Hari Buku Nasional yang sudah dirayakan sejak 2002 ini dicetuskan oleh Abdul Malik Fadjar yang saat itu Menteri pendidikan Kabinet Gotong Royong. Pada saat itu, jumlah rata-rata buku yang dicetak setiap tahunnya hanya mencapai 18 ribu judul yang sangat rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya serta angka melek huruf di Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas juga cukup rendah dibanding negara Asia lainya. Karena hal itu, dicetuskan peringatan Hari Buku Nasional yang bertepatan dengan tanggal ulang tahun ke 22 perpustakaan nasional dengan tujuan meningkatkan minat baca masyarakat serta menaikkan penjualan buku.

Setelah 22 tahun berlalu, peringatan Hari Buku Nasional tetap menjadi peringatan tahunan. Perayaan yang memiliki tujuan utama dalam membuka dan meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap membaca buku tersebut, belum sepenuhnya berhasil. Bahkan pada 2016 UNESCO menyebutkan dari riset bertajuk World Most Literate Nations Ranked oleh Central Connecticut State University 2016 Indonesia masuk dalam peringkat ke-60 dari 61 negara terkait minat membaca. Rendahnya minat baca di Indonesia tentunya menjadi kekhawatiran yang harus diperbaiki. Kehadiran peringatan Hari Buku Nasional yang diharapkan bisa menjadi langkah awal membuka kesadaran terkait pentingnya membaca perlu upaya lebih lanjut agar minat baca tersebut memang meningkat dan menjadi budaya literasi yang lebih kuat.

Tidak hanya minat baca, tingkat jumlah buku juga masih sangat minim. Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional RI, Deni Kurniadi pada 2022 lalu menyatakan jumlah capaian koleksi di perpustakaan daerah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Indonesia, rasionya adalah 1:90.

Dari data Badan Pusat Statistik di 2022 secara nasional jumlah terbitan judul lima dalam lima tahun hanya 404.037 judul yang berarti rasionya dibandingkan jumlah rakyat Indonesia hanya 1:514 orang.

Belum membaiknya tingkat literasi dan jumlah buku di Indonesia setelah puluhan tahun tersebut, tentu menjadi atensi tersendiri. Untuk memahami hal tersebut, perlu kita pahami terlebih dahulu apa alasan dibalik minimnya peningkatan literasi saat ini? Apakah adanya peringatan Hari Buku Nasional berpengaruh atas peningkatan literasi? dan Bagaimana dukungan dari pihak pemerintah dan kampus-kampus untuk mendorong literasi tersebut? (Zulkifli Ramadhani)

Narasumber: Iswadi Syahrial Nupin, S.Sos., M.M

Jawaban:

Apa alasan dibalik minimnya peningkatan literasi saat ini?

Kondisi minimnya budaya literasi di Indonesia ini menjadi permasalahan yang tidak kunjung usai. Belum membaiknya tingkat literasi tersebut akibat akses yang belum baik dari akses mendapatkan buku, akses penerbitan buku, dan akibat masih minimnya kelompok-kelompok literasi hingga komersialisasi buku bajakan. Apabila melihat dari sisi penulis dan penerbit, buku bajakan yang lebih dipilih karena lebih murah sehingga lebih menghemat pengeluaran dibandingkan dengan buku orisinal yang resmi dari penerbit tersebut menjadi dilema tersendiri.

Sebagai penerbit, setiap eksemplar buku yang dicetak memerlukan uang yang tidak sedikit dan minimnya subsidi bantuan untuk percetakan buku menjadi permasalahan tersendiri untuk memperbanyak cetakan setiap buku. Di satu sisi, pemerintah ingin memberikan akses bacaan berkualitas melalui buku-buku resmi dari penerbit, namun pada kenyataannya dukungan untuk cetakan buku-buku resmi sepenuhnya belum terlaksana. Bahkan dari sisi penulis, royalti atas buku resminya yang diperjualbelikan di toko buku masih rendah.

Dari sisi masyarakat umum, masih minimnya tempat-tempat bacaan seperti taman membaca dan kelompok-kelompok membaca juga menjadi salah satu alasan belum baiknya peningkatan literasi. Bahkan adanya buku daring yang memberi kemudahan dalam mencari dan akses buku saat ini belum berpengaruh signifikan dan tidak sedikit juga pencinta buku yang masih bertahan membaca buku yang dicetak karena kenyamanan membaca buku daring yang tidak sama dengan buku cetak biasanya. Kemudahan mencari informasi daring bahkan akses buku melalui daring ini, juga tidak berdampak lebih tingginya tingkat literasi, bahkan banyak masyarakat cenderung hanya membaca sebatas judul atau informasi pembuka saja.

Apakah adanya peringatan Hari Buku Nasional berpengaruh atas peningkatan literasi?

Adanya peringatan Hari Buku Nasional ini menjadi titik utama setiap tahunnya untuk meningkatkan literasi dengan lebih maksimal. Seperti di Perpustakaan Universitas Andalas (UNAND) yang setiap tahunnya juga ada acara Pekan Library yang bertujuan menarik mahasiswa UNAND untuk ke perpustakaan mengikuti acara dan membaca buku-buku yang ada. Namun dalam pelaksanaan acara tersebut, tidak semua rencana kegiatan bisa dilaksanakan karena minimnya anggaran. Padahal adanya Pekan library yang berlangsung sepekan dapat menjadi kondisi yang mendorong meningkatnya minat membaca.

Peringatan Hari Buku Nasional yang memang tidak berdampak signifikan, bukan berarti tidak diperlukan. Sesuai tujuannya untuk meningkatkan literasi dan jumlah terbitan buku, melalui kegiatan-kegiatan peringatan hari buku diberbagai daerah setiap tahunnya akan berdampak atas peningkatan literasi walaupun tidak maksimal.

Bagaimana dukungan dari pihak pemerintah dan kampus-kampus untuk mendorong literasi tersebut?

Dukungan pemerintah dalam mendorong literasi belum cukup baik hingga saat ini. Apalagi minimnya jumlah buku dibandingkan jumlah masyarakat Indonesia tersebut belum menjadi fokus utama bagi pemerintah. Terbukti dari subsidi buku yang juga tidak menjadi program utama pemerintah. Tidak hanya itu, belum meratanya akses terhadap buku di berbagai daerah juga perlu diperbaiki. Peralihan ke buku daring bisa mempermudah pemerataan akses, walaupun pemerataan akses buku yang dicetak tetap diperlukan.

Dari pihak kampus, dengan adanya perpustakaan yang memadai dan akses buku yang juga dipermudah seperti adanya akses buku digital sudah cukup mendukung peningkatan literasi. Bahkan literasi tingkat mahasiswa rata-rata sudah cukup baik walaupun belum mencapai tingkat baca yang baik karena setiap orang seharusnya membaca lima buku setiap tahunnya.

Tidak hanya memerlukan dukungan dari pemerintah dan pihak kampus, sebagai mahasiswa dengan membentuk kelompok membaca juga akan berdampak baik atas peningkatan literasi. Di UNAND banyak terlihat kelompok-kelompok kecil baca buku, namun perlu diadakan perkumpulan baca buku yang lebih besar untuk bisa mendorong tingkat literasi lebih baik melalui diskusi-diskusi, ulasan buku, dan tentunya berlatih menulis buku.

*)Narasumber merupakan Pustakawan Ahli Muda Universitas Andalas dan Penulis Buku Pola Pengembangan Karier Pustakawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *